BAB I
TINJAUAN
TEORITIS
ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
GANGGUAN
SISTEM INTEGUMEN
Konsep Dasar Penyakit
A. LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
1. Definisi
Luka bakar merupakan luka
yang unik di antara bentuk–bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi
sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk
jangka waktu yang lama. (Suzane C. Smeltzer, 2001 : 1928 )
Luka bakar ialah luka
yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik,
bahan kimia, dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah. (Arif
Mansyur, 2000 : 365 )
Cedera termal atau luka
bakar, diklasifikasikan sesuai penyebabnya seperti termal (misal : api, uap panas,
cairan panas), kimia (misal : asam dan pembersih oven), listrik, atau radiasi
(misal : matahari dan sinar x). (Lynda Juall Carpenito, 1999 : 328).
Kulit adalah lapisan
jaringan yang terdapat pada bagian luar. Kulit yang menutupi dan melindungi
permukaan tubuh, dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi
rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. (Evelyn C. Pearce, 200 : 239 )
Maka penulis menyimpulkan bahwa luka bakar adalah suatu keadaan dimana kulit
mengalami luka yang disebabkan oleh kontak dengan agen yang berasal dari luar
tubuh baik dari agen fisik, agen kimia, elektrik ataupun agen mekanis sehingga
dapat mengakibatkan sejumlah besar jaringan mati dalam jangka waktu yang lama.
Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit dibagi menjadi dua lapisan :
-
Epidermis
atau kutikula
-
Dermis atau
korium
Epidermis terdiri dari :
-
Stratum Korneum : selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus menerus dilepaskan.
-
Stratum Lusidum : selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak ada intinya.
-
Stratum Granulosum : selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan
juga granulosum.
Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang
elastik. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecl yang berisi
ranting-ranting pembuluh darah kapiler.
Pelengkap kulit terdiri dari rambut, kuku dan kelenjar sebaseus. Rambut dan
kuku adalah sel epidermis yang berubah.
Funsi kulit, ialah sebagai berikut :
-
Kulit sebagai
organ pengatur panas,
-
Kulit sebagai
indera peraba,
-
Tempat
penyimpanan,
-
Dan
lain-lain.
(Evelyn C. Pearce, 2005 : 239 – 244)
2. Etiologi
Penyebab
dari luka bakar dapat bermacam-macam, misalnya :
· Listrik,
· Kimia,
· Panas,
· Dan lain-lain.
Luka bakar listrik adalah luka sangat
menghancurkan. Bahkan dengan hanya syok ringan, korban dapat menderita luka
dalam yang serius. Arus listrk 1000 volt atau lebih dipertimbangkan sebagai
voltase tinggi, tetapi bahkan tegangan arus rumah tangga 110 volt dapat
mematikan. Arus listrik voltase tinggi yang mengenai tubuh dapat menganggu
irama jantung normal, menyebabkan henti jantung, luka bakar dan cedera lain.
Pada saat seseorang tersengat listrik, arus listrik memasuki tubuh pada tempat
sengatan dan menjalar disepanjang jaras dengan ketahanan yang rendah (saraf dan
pembuluh darah). Aliran listrik menjalar dengan cepat, membangkitkan panas dan
menyebabkan kerusakan. Biasanya, listrik ada ka tubuh menyentuh permukaan atau
menyentuh tanah (seperti benda-benda logam). Kadang-kadang korban mempunyai
lebh dari 1 tempat keluar.
Luka bakar kimia bisa disebabkan oleh sejumlah
iritan dan racun, termasuk asam dan basa yang kuat, fenol dan kresol (pelarut
organik), gas mustard dan fosfat.
Panas pun dapat menyebabkan luka bakar, misalnya minum
minuman yang sangat panas atau zat kaustik (misalnya asam) bisa menyebabkan
luka bakar pada kerongkongan dan lambung. Menghirup asap dan udara panas akibat
kebakaran gedung bisa menyebabkan terjadinya luka bakar pada paru-paru.
(Jones and Bartlett Publishers, Inc, 1996 : 65)
3. Patofisiologi
Luka bakar
disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas
dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat dikelompokan menjadi luka bakar termal,
radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi
protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan
lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan
agens penyebab (burning agens). Nekrosis dan kegagalan organ dapat
terjadi. Dalamnya luka bakar bergantung
pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan agen tersebut. Perawatan
luka bakar harus direncanakan menurut luas dan dalamnya luka bakar; kemudian
perawatannya dilakukan melalui tiga fase luka bakar yaitu : fase darurat /
resusitasi, fase akut / intermediate dan fase rehabilitasi.
(Smeltzer C. Suzanne, 2001 : 1912 )
4. Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar
dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut sebagai
luka bakar superficial partial-thickness, deep partial-thickness dan
full-thickness.
a. Luka bakar derajat I (superficial partial-thickness)
Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan
sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan
kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami lepuh/bullae.
b. Luka bakar derajat II (deep
partial-thickness)
Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas
dermis dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam. Luka tersebut terasa
nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan.
c. Luka bakar derajat III (full-thickness)
Meliputi destruksi total epidermis serta dermis.
Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari putih,bervariasi mulai dari
putih,merah, cokelat atau hitam.
Dalam menentukan dalamnya luka bakar, kita harus
mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :
-
Riwayat
terjadinya luka bakar (bagaimana terjadinya).
-
Penyebab luka
bakar, seperti nyala api atau cairan yang mendidih.
-
Suhu agens
yang menyebabkan luka bakar.
-
Lamanya
kontak dengan agens.
-
Tebalnya
kulit.
(Smeltzer C. Suzanne, 2001 : 1916 )
5. Tanda dan Gejala
Kedalaman
& Penyebab Luka Bakar
|
Bagian
Kulit yang Terkena
|
G e j
a l a
|
Penampilan
Luka
|
Perjalanan
Kesembuhan
|
Derajat I
- Tersengat matahari
- Terkena api dengan intensitas rendah
Derajat II
- Tersiram air mendidih
- Terbakar oleh nyala api
Derajat III
- Terkena nyala api
- Terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama
- Tersengat arus listrik
|
Epidermis
Epidermis dan
bagian dermis
Epidermis,
keseluruhan dermis dan kadang-kadang jaringan subkutan
|
- Kesemutan
- Hiperestesia (super-sensitivitas)
- Rasa Nyeri mereda jika didinginkan
- Nyeri
- Hiperestasia
- Sensitif terhadap udara yang dingin
- Tidak terasa nyeri
- Syok
- Hematuria & Hemolisis
- Kemungkinan terdapat luka masuk dan keluar
|
- Memerah; menjadi putih ketika ditekan
- Minimal atau tanpa edema
- Melepuh; dasar luka berbibtik-bintik merah;
epidermis retak; permukaan luka basah
- Edema
- Kering; luka bakar berwarna putih seperti bahan
kulit atau gosong
- Kulit retak dengan bagian lemak yang tampak
- Edema
|
- Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu
- Pengelupasan kulit
- Kesembuhan dalam waktu 2-3 minggu
-
Pembentukan parut dan depigmentasi
- Infeksi dapat mengubahnya menjadi derajat III
- Pembentukan eskar
- Diperlukan pencangkokan
- Pembentukan parut dan hilangnya kontour serta
fungsi kulit
- Hilangnya jari tangan atau ekstremitas dapat
terjadi
|
(Smeltzer C. Suzanne, 2001 : 1917 )
6. Fase pada perawatan luka bakar
F a s e
|
D u r a
si
|
P r i o
r i t a s
|
Fase resusitasi
yang darurat atau segera
Fase akut
Fase
rehabilitasi
|
Dari awitan
cedera hingga selesainya resusitasi cairan
Dari dimulainya
diuresis hingga hampir selesainya proses penutupan luka
Dari penutupan
luka yang besar hingga kembalinya kepada tingkat penyesuaian fisik dan
psikososial yang optimal
|
-
Pertolongan
pertama
-
Pencegahan
syok
-
Pencegahan
gangguan pernafasan
-
Deteksi dan
penanganan cedera yang menyertai
-
Penilaian
luka dan perawatan pendahuluan
-
Perawatan
dan penutupan luka
-
Pencegahan
atau penanganan komplikasi, termasuk infeksi
-
Dukungan
nutrisi
-
Pencegahan
parut dan kontraktur
-
Rehabilitasi
fisik, oksupasional dan vokasional
-
Rekonstruksi
fungsional dan kosmetik
-
Konseling
psikososial
|
(Smeltzer C. Suzanne, 2001 : 1919)
7. Ukuran Luka Bakar
8. Dampak Masalah dari
Perubahan Struktur / Pola Fungsi Sistem Tubuh Terhadap Kebutuhan Klien menurut
(Marillyn E. Doenges, 1999 : 804 -806)
1) Kebutuhan Fisiologis
a) Kebutuhan nutrisi
Adanya edema jaringan umum terjadi anoreksia, mual
/ muntah
b) Kebutuhan Sosialisasi
Adanya ansietas, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
c) Kebutuhan Spiritual
Klien dengan luka bakar yang dalam dan luas akan
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME karena perasaan takut dan cemas yang
dirasakan.
d) Aktifitas sehari–hari
Terjadinya penurunan kekuatan, keterbatasan
rentang gerak pada area yang sakit, perubahan tonus, gangguan massa otot.
e) Kebutuhan istirahat tidur
klien dengan luka bakar mengalami gangguan pola
tidur tergantung dari luas dan dalamnya luka akibat nyeri yang dirasakan.
2) Kebutuhan rasa aman
Terdapat destruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3 – 5 hari sehubungan dengan proses thrombus mikrocaskuler pada
beberapa luka.
3) Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki
Klien dengan luka bakar memiliki rasa cinta dan
memiliki, klien merasa ingin diperhatikan oleh orang–orang disekelilingnya.
4) Kebutuhan aktualisasi diri
Klien mempunyai kemampuan untuk memecahkan
masalah, dan mempunyai keinginan untuk dapat diakui kebaikannya atau perannya.
9. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan
lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan
trauma mekanik pada klit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan
pembentukan jaringan parut.
Pada saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan
adalah menjauhkan korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang
panas dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air mengalir.
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung
terus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses
tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan
mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu, merendam
bagian yang terbakar selama 15 menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini
tidak dianjurkan pada luka bakar >
10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan
nafas, pernafasan dan sirkulasi, yaitu :
- Periksa
jalan nafas
- Bila dijumpai obstruksi jalan nafas, buka
jalan nafas dengan pembersihan jalan nafas (suction,
dsb), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi.
- Berikan
oksigen
- Pasang IV Line untuk resusitasi cairan,
berikan cairan RL untuk mengatasi syok
- Pasang
kateter buli-buli untuk pemantauan diuresis
- Pasang pipa lambung untuk mengosongkan
lambung selama ada ileus paralitik
2. Periksa cedera yang terjadi diseluruh tubuh
secara sistematis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat
luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk
resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar
derajat 2 atau 3 dengan luas > 25%, atau pasien tidak dapat minum. Terapi
cairan dihentikan bila maskan oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang
lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar,
yaitu :
a. Cara Evans. Untuk menghitung kebutuhan cairan pada
har pertama hitunglah :
- Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCl (1)
- Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc larutan
koloid (2)
- 2.000 cc glkosa 5% (3)
separuh dari jumlah (1), (2), dan (3) diberikan
dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian
cairan lakukan penghitungan diuresis.
b. Cara Baxter. Merupakan cara lain yang lebih
sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan
cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus = % luka bakar x BB (kg)
x 4 cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberkan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu
larutan Ringer Laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan
setengah dari jumlah pemberian hari pertama.
3. Berikan analgetik. Analgetik yang efektif
adalah morfin atau petidin, diberikan secara intravena. Hati-hati dengan
pemberian intramuskular karena dengan sirkulasi yang terganggu akan terjadi
penimbunan di dalam otot.
4. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi
stabil. Pencucian luka dilakukan dengan melakukan debridement dan memandikan pasien menggunakan cairan steril dalam
bak khusus yang mengandung larutan antiseptik. Antiseptik lokal yang dapat
dipakai yaitu Betadine atau nitras argenti 0,5%.
5. Berikan antibiotik topikal pasca pencucian
luka dengan tujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka.
Bentuk krim lebih bermanfaat daripada bentuk salep atau ointment. Yang dapat
digunakan adalah silver nitrate 0,5%, mafenide acetate 10%, silver sulfadiazin
1%, atau gentamisin sulfat.
6. Balut luka dengan menggunakan kassa gulung
kering dan steril
7. Berikan serum anti-tetanus / toksoid yaitu ATS
3.000 unit pada orang dewasa dan separuhnya pada anak-anak.
(Arif Mansyur, 2000 :
368)
B. S E L U L I T I S
1. Definisi
Selulitis adalah
suatu peradangan yang akut pada kulit terutama pada bagian dalam jaringan
subkutan yang mempunyai kecendrungan untuk meluas. ( Marwali Harahap, 1990)
Selulitis adalah
suatu penyebaran infeksi bakteri kedalam kulit dan jaringan dibawah kulit.
Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk kedalam pembuluh getah bening dan
aliran darah. (www.mediscore.com)
Selulitis adalah
peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis, biasanya didahului luka
atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus
betahemolitikus dan Stapilokokus
aureus. (www.mediscore.com)
Maka penulis
menyimpulkan bahwa selulitis adalah suatu keadaan dimana kulit mengalami
peradangan khususnya di jaringan subkutan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
2. Etiologi
ە
Bakteri grup
A Streptokokus betahemolitikus dan Stapilokokus aureus
ە
Selulitis
bisa disebabkam oleh berbagai jenis bakteri yang berbeda, yang paling sering
adalah Streptokokus, Stapilokokus juga bisa menyebabkan
selulitis, tetapi biasanya terbatas didaerah yang lebih sempit. Jika kulit
terluka, bakteri bisa masuk dan tumbuh didalam tubuh, menyebabkan infeksi dan
peradangan. Jaringan kulit yang terinfeksi menjadi mereah atau panas dan nyeri.
Selulitis paling sering menyerang wajah dan tungkai bagian bawah.
Faktor resiko terjadinya selulitis
adalah gigitan dan sengatan ular, serangga, gigitan hewan atau manusia, luka
dikulit, riwayat penyakit pembuluh darah perifer, kencing manis, tindakan
terhadap penyakit jantung, paru-paru atau gigi, pemakaian obat imunosupresan
atau kortikosteroid.
3. Patofisiologi
Luka
di area kulit
Bakteri masuk ke dalam tubuh
Terjadi infeksi dan peradangan
Jaringan
kulit menjadi merah, panas dan nyeri
Kulit mengelupas (peau de’orange)
Timbul vesikel dan bula
Vesikel dan bula pecah
Lesi pada kulit
Kerusakan integritas kulit
Gangguan citra tubuh, perubahan penampilan peran
4. Tanda dan Gejala
·
Gejala awal
berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu daerah yang kecil di
kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan tampak seperti
kulit jeruk yang mengelupas (peau
de’orange). Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi
cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.
Kelenjar getah bening dilipat paha membesar karena infeksi ditungkai, kelenjar
getah bening di ketiak membesar karena infeksi di lengan.
Penderita bisa mengalami demam,
menggigil, peningkatan denyut jantung, sakit kepala dan tekanan darah rendah. (www.mediscore.com)
·
Lesi berupa
infitrat yang merah, panas dan kulit jadi edemetis disertai dengan limfangitis
dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemi. (Harahap
Marwali, 1990)
5. Penatalaksanaan
·
Pemberian
antibiotik = ampicilin, penisilin, kloramfenikol.
·
Kompres
dingin dan basah bisa mengurangi rasa tidak nyaman.
6. Komplikasi
Pada anak dan dewasa
yang immunocompromised, penyakit pada selulitis dapat berupa gangren,
metastasis, abses dan sepsy yang berat. Pada wajah merupakan indikator dini
terjadinya bakteremia stafilokokus betahemodilitikus grup A, dapat berakibat
fatal karena mengakibatkan trombosis sinus kavernosum yang septik. Selulitis
pada wajah dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa meningitis.
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS KEPERAWATAN
1. Definisi Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktek
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. Dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan
sebagai profesi berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik dan
berdasarkan kepada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien.
Merupakan inti pelayanan praktek
keperawatan yang berupaya untuk :
1. Membantu mencapai kebutuhan dasar melalui
bentuk-bentuk tindakan keperawatan.
2. Menggunakan ilmu dan kiat keperawatan dalam setiap
tindakan.
3. Memanfaatkan potensi dari berbagai sumber.
Proses keperawatan adalah alat bagi perawat untuk pemecahan masalah pasien
yang didasari oleh metode ilmiah, yang memerlukan pemeriksaan secara sistematis
serta identifikasi masalah dengan pengembangan strategi untuk memberikan hasil
yang diinginkan. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2001 : 08).
Proses keperawatan adalah satu pendekatan penyelesaian masalah yang
digunakan perawat untuk mengorganisir dan memberikan asuhan keperawatan. (Perry
dan Potter, 1997).
Proses keperawatan adalah
metode dimana suatu konsep di terapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini bisa
disebut dengan suatu problem solving / pendekatan yang memerlukan ilmu, teknik
dan keterampilan interpersonal dan ditentukan untuk memenuhi kebutuhan klien /
keluarga. Proses terdiri dari 5 tahap dan berhubungan: pengkajian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap tersebut berintegrasi terhadap
fungsi intelektual problem solving dalam mendefinisikan suatu tindakan
keperawatan. (Nursalam, 2001: 1)
Langkah-langkah dalam proses keperawatan :
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap
awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sisitematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Lyer
At al, 1996 dikutip dari Nursalam , 2001: 21)
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar klien
dan membuat catatan tentang respons kesehatan klien. (A. Aziz Alimul Hidayat,
2001 : 12).
b. Analisis Data
Analisa data adalah
kemampuan mengaitkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan
untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan
klien. (Drs. Nasrul Effendy, 1995 : 24)
c. Diagnosis
Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurutkan,
membatasi, mencegah dan merubah. (Lynda J. Carpenito, 2000 dikutip dari
Nursalam, 2001 ; 35).
Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang aktual atau potensial (Nanda, 1990).
Diagnosis
keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan
spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan risiko tinggi.
(Marilynn, Doengoes, 1999:08)
d. Perencanaan
Perencanaan adalah
bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan yang meliputi tujuan
perawatan, penetapan pemecahan masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk
mengatasi masalah pasien.
·
Tujuan adalah
hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnosa keperawatan. Dengan
kata lain, tujuan merupakan sinonim dari kriteria hasil. (A. Aziz Alimul
Hidayat, 2001)
·
Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan
oleh perawat, meliputi pelaksanaan rencana perawatan, pemenuhan kriteria hasil
dari tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif. (A. Aziz Alimul Hidayat,
2001)
·
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
(Marylin, Doengoes. 1999:10).
e.
Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
spesifik (Nursalam, 2001 ; 63).
f.
Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria
hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. (A. Aziz Alimul Hidayat.2001)
Evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan sudah
berhasil dicapai. (Nursalam, 2001 ; 71).
g. Catatan
Perkembangan
Catatan perkembangan
merupakan catatan tentang perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada
setiap masalah yang ditemui pada klien, modifikasi rencana dan tindakan
mengikuti perubahan keadaan klien. Pada teknik ini catatan perkembangan dapat
menggunakan bentuk SOAPIER. (Aziz Alimul Hidayat, 2001 : 46)
Keterangan :
·
S : Data
Subjektif. Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan klien.
·
O : Data
Objektif. Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim
kesehatan lain.
·
A : Analisa.
Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai dan
dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil
analisnya dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau
adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
·
P :
Perencanaan. Rencana penangan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil
analisis diatas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau
masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak
efektif.
·
I :
Implementasi. Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana
·
E : Evaluasi.
Evaluasi berisi penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi
telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien teratasi.
·
R :
Reassesment. Bila hasil evaluasi menunjukan masalah belum tertasi, pengkajian
ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, data
objektif dan proses analisisnya
2. Pengkajian Fisik
Pengkajian adalah proses yang sistematis dari pengumpulan verifikasi dan
komunikasi data tentang klien.
ە Pengumpulan data
Yaitu mengumpulkan
informasi yang sistematis tentang tentang klien, data di kumpulkan dari klien,
keluarga, orang terdekat, masyarakat, graffik, rekam medik, hasil pemeriksaan
diagnostic, perawat lain dan kepustakaan. (Nursalam, 2001 : 2–25)
ە Biodata
Biodata meliputi nama,
alamat, nomor telepon, nama orang yang dapat dihubungi, jenis kelamin, usia,
tempat dan tanggal lahir, suku, kewargaan Negara, latar belakang budaya, status
perkawinan, nama orang yang tinggal serumah dengan pasien, pendidikan , agama,
pekerjaan. (Robert Priharjo 1996 : 12)
ە Riwayat kesehatan klien
(a) Keluhan
utama
Pada pasien dengan gangguan sistem integumen biasanya
akan mendapatkan keluhan rasa nyeri.
(b) Riwayat
kesehatan sekarang
Dalam pengumpulan data status kesehatan
sekarang menyangkut keluhan utama klien
meliputi keadaan nyeri, bengkak, kekuatan atau keluhan lain. Kegiatan apa saja
yang memperberat atau mengurangi keluhan yang diperjelas dengan PQRST untuk
setiap keluhan. (Robert Prihajo, 1996 ; 137),
P : Paliatif/proaktif yang memperberat dan
memperingan keluhan.
Q : Qualitas/quantitas bagaimana keluhan
dirasakan.
R : Region/radiasi daerah mana yang dirasakan ada
bagaimana penyebarannya.
S : Skala
tingkat berat masalahnya dengan menggunakan skala 1-5.
T : Time
kapan terjadinya, bagaimana kejadiannya tiba-tiba atau bertahap.
(c) Riwayat
Kesehatan Terdahulu
Pada riwayat kesehatan terdahulu dapat diajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang masalah kesehatan yang pernah dialami misalnya
riwayat gangguan kulit sebelumnya. Riwayat alergi pasien juga ditanyakan,
apakah pasien alergi terhadap obat, makanan, ksmetik dan lain–lain. (Robert
Priharjo, 1996 : 29)
(d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Status kesehatan keluarga ditanyakan apakah ada
anggota keluarga yang menderita gangguan kulit, kapan mulainya dan adakah
anggota keluarga yang mempunyai riwayat alergi. (Robert Priharjo, 1996 : 29)
(e) Data
Biologis
Kebiasaan pasien dan aktifitas sehari–hari pasien
ditanyakan misalnya pola tidur, lingkungan pasien yang dapat menimbulkan
gangguan kulit dan gaya hidup pasien yang berkaitan dengan gangguan kulit.
(Robert Priharjo 1996 : 29)
ە Pemeriksaan Fisik
Menurut Maryllin E. Doenges (1999 : 805) :
a.Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum mencakup penampilan, tingkat
kesadaran, tekanan darah, suhu, denyut nadi, pernafasan, BB dan TB.
b.Sistem pernafasan
Kaji pola pernafasan, penggunaan otot pernafasan
tambahan, sianosis, auskultasi bunyi nafas : normal, peningkatan frekuensi,
cepat dan dangkal, irama reguler, bunyi nafas vesikuler.
c. Sistem Kardiovaskuler
Pada pasien dengan gangguan sistem integumen dapat
ditemukan hipotensi (syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cedera, kulit pitih dan dingin (syok listrik), takikardia (syok / ansietas /
nyeri), disritmia (syok listrik), pembentukan edema jaringan.
d. Sistem Pencernaan
Keadaan bibir dan rongga mulut, gigi dan gusi,
lidah, reflek menelan, keadaan abdomen, bising usus dan nyeri tekan abdomen.
e. Sistem Perkemihan
Adanya keluaran urine menurun, warna mungkin hitam
kemerahan, diuresis, penurunan bising usus / tak ada.
f. Sistem Persyarafan
Area kebas, kesemutan, perubahan orientasi,
penurunan reflek tendon pada cedera ekstremitas, aktivitas kejang, penurunan
ketajaman penglihatan, ruptur membran timpani, paralisis (syok listrik).
g. Sistem Endokrin
Kaji adanya pembesaran kelenjar tyroid, keluhan
poliuri, polidipsi dan polipagi.
h. Sistem integumen
Keadaan kulit, kebersihan, keadaan rambut, warna
kulit, oedema, turgor kulit, tekstur kulit, suhu dan pola hygiene.
i. Sistem
Muskuloskeletal
Kaji kemampuan melakukan rentang gerak sendi, kaji
adanya pembengkakan, deformitas, nyeri, kekakuan, kondisi jaringan.
j. Data Psikososial
(1) Penampilan : adanya perubahan penampilan
karena kerusakan kulit.
(2) Status emosi : adanya
ansietas, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
(3) Konsep diri :
adanya rasa malu, perubahan peran, adanya rasa kehilangan.
(4) Kecemasan : adanya ansietas akan kecacatan.
(5) Interaksi social : menarik diri dari
lingkungan karena rasa malu.
k. Data
Spiritual
Kaji bagaimana klien melaksanakan ibadahnya selama
sakit / di rumah sakit.
ە Pemeriksaan Dagnostik
Hitung
darah lengkap : Peningkatan Ht
awal menunjukan hemoonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
Selanjutnya menurunkan Ht dan SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan
oleh panas terhadap endotelium pembuluh darah.
SDP : Leukostosis dapat terjadi sehubungan dengan
kehilangan sel pada sisi luka dan respons inflamasi terhadap cedera.
GDA : Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi.
Penurunan PaO2 / peningkatan PaCO2 mungkin terlihat pada
retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunan
fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernafasan.
COHbg (karboksi hemoglobin) : Peningkatan lebih dari 15 % mengindikaskan
keracunan karbon monoksida/cedera inhalasi
Elektrolit serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia
dapat terjadi bila mulai diuresis; magnesium mungkin menurun. Natrium pada awal
mungkin menurun pada kehilangan air; hipernatremia dapat terjadi selanjutnya
saat terjadi konservas ginjal.
Natrium urine random: lebih besar dari 20 mEq/L mengindikaskan
kelebihan resusitasi cairan; kurang dari 10 mEq/L menduga ketdakadekuatan
resusitasi cairan.
Alkalin fosfat: Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
nterstitial/gangguan pompa natrium
Glukosa serum: Peningkatan menunjukan respons stress
Albumin serum: Rasio albumin/globulin mungkin terbalik
sehubungan dengan kehilangan protein pada edema cairan
BUN/kreatinin: Peningkatan menunjukan penurunan perfusi/fungsi
ginjal; namun kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan
Urine: Adanya albumin, Hb dan Mioglobulin menunjukan
kerusakan jaringan dalam dan kehilangan protein (khususnya terlhat pada luka
bakar listrik serius). Warna hitam kemerahan pada urine sehubungan dengan
mioglobin. Kultur luka mungkin diambil untuk data dasar dan diulang secara
periodik
Foto ronsen dada: Dapat tampak normal pada pasca luka bakar dini
meskipun dengan cedera inhalasi; namun cedera inhalas yang sesungguhnya akan
ada saat progresif tanpa foto dada (SDPD)
Bronkoskopi serat optik: berguna dalam diagnosa las cedera inhalasi;
hasil dapat meliputi edema, perdarahan, dan/atau tukak pada saluran pernafasan
atas.
Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek/luasnya cedera inhalasi
Skan paru: Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya
cedera inhalasi
EKG: Tanda iskemia miokardia/disritmia dapat terjadi
pada luka bakar listrik
Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
3. Analisis Data
Analisa data adalah
kemampuan mengaitkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan
untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan
klien. (Drs. Nasrul Effendy, 1995 : 24)
4. Diagnosis Keperawatan
Menurut Lynda Juall
Carpenito, diagnosis keperawatan pada luka bakar yang mungkin muncul
diantaranya :
ە Ansietas berhubungan dengan cedera tiba-tiba,
pengobatan, hasil yang tak pasti, ada nyeri
ە Nyeri berhubungan dengan cedera termal, tindakan
dan imoblitas
ە Kerusakan mobilitas fisik bd luka
bakar yang nyeri
Menurut Maryllin E.
Doenges, diagnosis keperawatan pada selulitis yang mungkin muncul diantaranya :
ە Nyeri akut bd infeksi dan peradangan
ە Kerusakan integritas kulit bd lesi pada kulit
ە Gangguan citra tubuh : Perubahan penampilan peran
bd lesi pada kulit
No comments :
Post a Comment