DEPARTEMEN KESEHATAN RI JAKARTA, 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
|
||
DAFTAR ISI .................................................................................................
|
i
|
|
I.
|
PENDAHULUAN
|
|
A.
|
PENGANTAR
.....................................................................................
|
1
|
B.
|
PENGERTIAN ...................................................................................
|
1
|
C.
|
MAKSUD DAN KEGUNAAN
..............................................................
|
2
|
D.
|
LANDASAN
........................................................................................
|
2
|
E.
|
TATA URUT DOKUMEN RPJPK
.......................................................
|
6
|
II.
|
PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN
KESEHATAN
|
|
A.
|
PERKEMBANGAN
PEMBANGUNAN KESEHATAN …....…..............
|
8
|
B.
|
TANTANGAN MASA DEPAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
........
|
18
|
III.
|
DASAR, VISI, DAN MISI
PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2005-2025
|
|
A.
|
DASAR PEMBANGUNAN KESEHATAN
............................................
|
24
|
B.
C.
|
VISI ....................................................................................................
MISI ....................................................................................................
|
27
29
|
IV.
|
ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG BIDANG
KESEHATAN 2005-2025
|
|
A.
|
TUJUAN DAN SASARAN
...................................................................
|
33
|
B.
|
STRATEGI PEMBANGUNAN
KESEHATAN ......................................
|
34
|
C.
|
UPAYA POKOK PEMBANGUNAN KESEHATAN
..............................
|
40
|
V.
|
KEBUTUHAN SUMBER DAYA
|
|
A.
|
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
..........................................
|
63
|
B.
|
PEMBIAYAAN KESEHATAN
……………………......................………
|
64
|
C.
|
SEDIAAN FARMASI DAN ALAT
KESEHATAN ……......................….
|
65
|
D.
|
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
..................
|
66
|
VI.
|
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
|
69
|
VII.
|
PENUTUP
|
72
|
i
BAB I PENDAHULUAN
A.
PENGANTAR
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) merupakan penjabaran dari dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia
yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yaitu untuk: 1)
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2)
memajukan kesejahteraan umum; 3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4) ikut
menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
Arah pembangunan kesehatan jangka panjang juga
sudah tercantum secara ringkas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. Untuk dapat memberikan kejelasan yang lebih
spesifik dari arah pembangunan kesehatan tersebut, maka dipandang perlu
ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) Tahun
2005-2025.
B.
PENGERTIAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kese-
hatan (RPJP-K) adalah rencana pembangunan nasional di bidang kesehatan, yang
merupakan penjabaran dari RPJPN Tahun 2005-2025, dalam bentuk dasar, visi,
misi, arah dan kebutuhan sumber daya pembangunan nasional
di bidang kesehatan untuk masa 20 tahun ke
depan, yang mencakup kurun waktu sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.
C.
MAKSUD DAN KEGUNAAN
RPJP-K sebagai rencana pembangunan kesehatan
nasional di bidang kesehatan untuk jangka waktu 20 tahun ke depan sampai dengan
tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan
bagi pemerintah dan masyarakat termasuk swasta dalam mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan sesuai dengan
dasar, visi, misi dan arah pembangunan kesehatan yang telah disepakati. Dengan
demikian diharapkan seluruh upaya yang dilakukan oleh masing- masing pelaku
pembangunan kesehatan dapat bersinergi dan saling melengkapi antara satu pelaku
dengan pelaku pembangunan kesehatan lainnya. Dalam kaitan ini Sistem Kesehatan
Nasional sebagai bentuk dan cara penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan perlu
mengacu pada RPJP-K ini.
D.
LANDASAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan (RPJP-K) adalah rencana pembangunan nasional di bidang kesehatan,
yang merupakan penjabaran dari RPJPN Tahun 2005-2025, yang berisi arah
pembangunan nasional di bidang kesehatan untuk masa 20 tahun ke depan, yang
mencakup kurun waktu sejak tahun 2005 sampai dengan
tahun 2025. Dalam
kaitan ini secara lebih spesifik landasan
pembangunan kesehatan tersebut terutama meliputi:
1.
Landasan Idiil yaitu Pancasila
Substansi dari Pancasila mempunyai kebenaran
yang universal dari bangsa Indonesia dahulu, sekarang dan di masa-masa yang
akan datang. Kelima sila Pancasila:
Ketuhanan, Kemanusian, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan merupakan landasan
idiil yang kuat bagi pembangunan kesehatan.
2.
Landasan
Konstitusional yaitu UUD 1945, khususnya:
a.
Setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan
hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A)
b.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
(Pasal 28 B)
c.
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan ketentuan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari alam pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
koalitas hidup dan demi kesejahteraan umat manusia (Pasal 28 C)
d.
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H)
e.
Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (Pasal 34 ayat 2)
f.
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (Pasal 34 ayat 3)
3.
Landasan Operasional
meliputi
seluruh ketentuan peraturan perundangan yang berkaitan penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, terutama:
a.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Republik Indonesia Nomor VII Tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
Dalam ketetapan ini ditetapkan Visi Indonesia Masa Depan terdiri dari tiga visi
yaitu: 1) Visi idial yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam
pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945, 2) Visi antara yaitu visi Indonesia
2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020, dan 3) Visi lima tahunan sebagai
mana termaktub dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara.
b.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam hal Undang-undang
ini antara lain ditetapkan bahwa pengelolaan kesehatan meliputi kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian program serta
sumber daya yang dapat menunjang peningkatan upaya kesehatan (Pasal 67 ayat 2)
c.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Dalam Undang-undang ini antara lain ditetapkan bahwa perencanaan
adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui
urutan pilihan dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. Dalam Undang-undang
ini juga ditetapkan bahwa dalam sistem
perencanaan tersebut mencakup lima pendekatan
dalam seluruh rangkaian perencanaan, yaitu: 1) politik, 2) demokratik, 3)
partisipatif, 4) atas-bawah,
dan 5) bawah-atas
d.
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam
Undang-undang ini antara lain ditetapkan bahwa pengaturan praktik kedokteran
ini bertujuan untuk: 1) memberikan perlindungan kepada pasien, 2)
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diterapkan oleh
dokter dan dokter gigi, dan 3) memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,
dokter dan dokter gigi (Pasal 3). Dalam pasal 71 ditetapkan bahwa pemerintah
daerah, organisasi profesi membina serta mengawasi praktik kedokteran sesuai
dengan fungsi dan tugas masing- masing.
e.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dalam Undang- undang ini antara lain ditetapkan bahwa sistem ini bertujuan
untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi
setiap peserta dan/atau anggota keluarga (Pasal 3). Jenis program jaminan sosial ini meliputi jaminan: 1) kesehatan,
2) keselamatan kerja, 3) hari tua, 4) pensiunan, dan 5) kematian (Pasal 18)
f.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam
Undang-undang ini antara lain ditetapkan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat wajib berpedoman pada standar
pelayanan minimal yang
dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
pemerintah. Dalam pasal 13 ditetapkan bahwa urusan wajib yang menjadii
kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi
yang meliputi, antara lain penanganan bidang kesehatan. Demikian pula dalam
pasal 14 ditetapkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah Kabupaten/Kota meliputi antara lain penanganan bidang kesehatan.
g.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Dalam
Undang-undang ini antara lain telah ditetapkan Visi, Misi, Arah, Tahapan dan
Prioritas Pembangunan Nasional Jangka Panjang.
Dalam rangka membangun sumber daya manusia yang
berkualitas, khususnya dalam pembangunan kesehatan, dalam Undang-undang ini
telah ditetapkan arah, dasar, langkah peningkatan, faktor lingkungan penekanan
dan wawasan pembangunan kesehatan serta pembangunan dan perbaikan gizi.
Dalam Lampiran 1 ditetapkan pula beberapa
peraturan perundangan yang lebih operasional dan spesifik untuk mendukung
pelaksanaan dari RPJP-K ini.
E.
TATA URUT DOKUMEN RPJPK
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Kesehatan BAB I PENDAHULUAN
BAB II PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
BAB III DASAR, VISI, DAN MISI PEMBANGUNAN
KESEHATAN TAHUN 2005 – 2025
BAB IV ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG BIDANG
KESEHATAN 2005-2025
BAB V SUMBER
DAYA YANG DIBUTUHKAN BAB VI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN BAB VII PENUTUP
BAB II
PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN
PEMBANGUNAN KESEHATAN
A.
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Undang-undang Dasar 1945 dan Konstitusi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta Undang-undang nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia yang
merupakan hak fundamental setiap warga. Dalam Undang-undang nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) juga dinyatakan
bahwa dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan
berdaya saing, maka kesehatan bersama- sama dengan pendidikan dan peningkatan
daya beli keluarga/masyarakat adalah tiga pilar utama untuk meningkatkan
kualitas SDM dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia.
SDM yang berkualitas merupakan subjek dan
sekaligus objek pembangunan. Kualitas SDM menjadi semakin baik yang antara lain
ditandai dengan meningkatnya nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia
dari 0,586 pada tahun 2000 pada peringkat ke-112 dari 175 negara menjadi 0,728
pada tahun 2007 pada peringkat ke-107 dari 177 negara. Meskipun derajat
kesehatan masyarakat telah dapat ditingkatkan, namun derajat kesehatan di
Indonesia masih belum memadai.
Prospek kedepan pembangunan SDM diarahkan pada
peningkatan kualitas SDM, yang ditandai dengan meningkatnya IPM dan Indeks
Pembangunan Gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang di
Indonesia.
Pembangunan kesehatan merupakan investasi dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan kesehatan yang
dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade terakhir telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara bermakna. Derajat kesehatan
masyarakat telah menunjukkan perbaikan seperti dapat dilihat dari angka
kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan dan umur harapan hidup.
Angka kematian bayi menurun dari 46 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 1997 dan menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada
tahun 2007 (SDKI 2007). Demikian juga
angka kematian ibu melahirkan menurun dari 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2007 (SDKI 2007). Sejalan dengan penurunan angka kematian bayi, umur harapan hidup meningkat dari
68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007. Prevalensi gizi
kurang pada balita, menurun dari 25,8% pada akhir tahun 2003 menjadi
sebesar 18,4 % pada tahun 2007
(Riskesdas 2007).
1. Upaya Kesehatan
Dalam upaya percepatan penurunan angka kematian
ibu (AKI), pada tahun 2007 telah dikembangkan Program Perencanaan Persalinan
dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di hampir seluruh kabupaten/kota. Sejalan
dengan itu kunjungan antenatal care (K-1)
telah meningkat dari 88,9% pada tahun 2004, menjadi 92,06% pada tahun 2007.
Kunjungan antenatal care (K-4) juga
meningkat dari 77% pada tahun 2004 menjadi 81,75% pada tahun 2007. Persalinan
yang ditolong oleh tenaga kesehatan meningkat dari 74,3% pada tahun 2004
menjadi 79,32% pada tahun 2007. Sedangkan kunjungan neonatal (KN) meningkat
dari 61% pada tahun 2004 menjadi 85,1% pada tahun 2007. Sejak tahun 2005, telah
dilaksanakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin yang dimulai
dengan 36,1 juta penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin yang dijamin
Pemerintah terus meningkat, dan pada tahun 2008 jumlah penduduk yang dicakup
mencapai 76,4 juta termasuk penduduk hampir miskin dan tidak mampu.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan didukung
dengan ketersediaan berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, rumah sakit
pemerintah dan swasta berjumlah 1.268 buah pada tahun 2005, dan bertambah
menjadi 1.319 buah pada tahun 2007. Sementara itu, puskesmas berjumlah 7.669
buah pada tahun 2005 dan bertambah menjadi 8.114 buah pada tahun 2007. Jumlah
Puskesmas Pembantu telah bertambah dari 22.002 buah pada tahun 2005 menjadi
22.347 buah pada tahun 2007. Disamping itu, jumlah
Puskesmas Keliling juga bertambah dari 5.655
buah pada tahun 2005 telah menjadi 7.188 buah pada tahun 2007. Selain itu
terdapat berbagai fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta atau perorangan,
seperti: praktik dokter, klinik, apotek, laboratorium, rumah sakit, perusahaan farmasi, dan asuransi kesehatan.
Kunjungan rawat inap di rumah sakit pada tahun
2005 sebanyak 526.000 kasus, meningkat menjadi 1,58 juta kasus tahun 2006, dan
tahun 2007 sebanyak 1,91 juta kasus. Pelayanan kesehatan khusus seperti
pelayanan jantung juga meningkat secara bermakna, yaitu: 380 kasus pada tahun
2005, meningkat menjadi 2.950 kasus tahun 2006, dan meningkat lagi pada tahun
2007 telah mencapai 6.401 kasus.
Berbagai penyakit menular memang masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Namun demikian terdapat pula kemajuan dalam upaya
penanggulangan penyakit menular selama tahun 2007. Angka kesakitan penyakit TB
Paru telah menurun dari 107 per 100.000 penduduk pada tahun 2005 menjadi 102
per 100.000 penduduk pada tahun 2007. Prevalensi penyakit TB Paru (Hasil
Riskesdas 2007) sebesar 0,99 %). Angka kesakitan penyakit malaria juga menurun,
yang dapat dilihat dari Annual Malaria
Incidence (AMI) yang menurun dari 24,75 per 1.000 pada tahun 2005
menjadi 19,67 per 1.000 penduduk pada tahun
2007. Demikian pula Annual Parasite
Incidence (API) menurun dari 0,23 per 1.000 pada tahun 2005 menjadi
0,16 per 1.000 penduduk pada tahun 2007 (Hasil
Riskesdas 2007 prevalensi malaria 2,85 %). Yang menggembirakan adalah angka
kematiannya menurun
dengan cukup bermakna, yakni dari 0,92% pada
tahun 2005 menjadi 0,56% pada tahun 2007. Incidence
Rate penyakit demam berdarah (DBD) meningkat tahun demi tahun, yang
disebabkan penanganan lingkungan kurang baik yang berkaitan pula dengan masih
kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat. Prevalensi DBD (Riskesdas 2007)
sebesar 0,6 %, sedangkan angka kematiannya (CFR) terus dapat ditekan dari 1,36% pada tahun 2005 menjadi 1,03%
pada tahun 2007. Surveillans penyakit HIV/AIDS juga terus meningkat. Kasus baru
AIDS yang dapat ditemukan terus meningkat, sehingga pada tahun 2007 ini
terdapat 11.687 penderita AIDS yang sedang menjalani perawatan dan pengobatan.
Upaya pencegahan penyakit AIDS juga terus ditingkatkan, agar tidak menularkan
pada orang lain.
2. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan sudah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Persentase pengeluaran
nasional sektor kesehatan pada tahun 2005 adalah sebesar 0.81% dari Produk
Domestik Bruto (PDB) meningkat pada tahun 2007 menjadi 1.09 % dari PDB,
meskipun belum mencapai 5% dari PDB seperti dianjurkan WHO. Demikian pula
dengan anggaran kesehatan, pada tahun 2005 besar APBN kesehatan adalah Rp
11.114 Triliun, meningkat menjadi Rp 18.750 Triliun pada tahun 2007. Anggaran
kesehatan per kapita bersumber dari APBN kesehatan dan Dana Alokasi Khusus pada
tahun 2005 adalah Rp 15.772 meningkat menjadi Rp 32.975 pada tahun 2007. Pembelanjaan kesehatan
masih didominasi pembelanjaan publik (49,6%) berbanding
pemerintah (50,4%). (WHO, 2008).
Peningkatan prosentase pembiayaan kesehatan
tersebut, terutama yang bersumber dari pemerintah telah diupayakan untuk lebih
mengutamakan upaya pencegahan dan promosi kesehatan, sebagai perwujudan
semangat mencegah lebih baik daripada mengobati.
Sementara itu cakupan jaminan kesehatan dengan
berbagai cara penjaminan termasuk asuransi komersial telah meningkat menjadi
sekitar 46,5% dari keseluruhan penduduk pada tahun 2008. Peningkatan yang
signifikan ini terutama disebabkan oleh program jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat miskin sebesar 76.4 juta (34,2%).
Hasil Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan bahwa
sumber pembiayaan pelayanan kesehatan masih didominasi oleh out of pocket (71,0%), selebihnya
sekitar 29 % sumber pembiayaan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai jenis
jaminan kesehatan. Data juga menunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan
oleh masyarakat miskin, baik pada kasus- kasus biasa maupun kasus-kasus
katastrofik meningkat secara bermakna. Proses-proses persiapan implementasi UU
Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN dimana jaminan kesehatan merupakan salah satu
program jaminan sosial yang akan dilaksanakan menuju kepesertaan semesta
jaminan kesehatan, terus dilakukan.
Meskipun isu kesehatan merupakan isu sentral
dalam berbagai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden
(Pilpres), namun pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah saat ini
masih rendah, rata-rata nasional masih dibawah 6-9% dari total pembiayaan
pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kesehatan masih belum di
prioritaskan. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025,
pembangunan kesehatan merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia sehingga penting perannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran.
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan
Tenaga kesehatan Puskesmas telah tersedia
sebanyak
139.093 orang, sementara Rumah Sakit Pemerintah
telah tersedia 5.946 dokter spesialis. Dokter Umum Indonesia masih termasuk
rendah di regional ASEAN dengan perhitungan rasio per 100.00 penduduk di
Filipina (58), Malaysia (70), Indonesia (19). Data terakhir PODES menunjukkan
jumlah dokter meningkat 6,36% selama 10 tahun. Sementara beberapa jenis tenaga
kesehatan masih tergolong langka: misalnya terapis, epidemiolog, radiografer,
dan lain-lain.
Dalam distribusi tenaga kesehatan, proporsi
dokter per
100.000 penduduk di Jawa Bali dan di luar Jawa
Bali relatif seimbang dengan angka Jawa Bali 18,5 dan Luar Jawa Bali 18,1.
Sedangkan dokter spesialis 2/3 ada di Jawa. Untuk bidan di Jawa Bali lebih
sedikit yakni 26 daripada luar Jawa 52 per 100.000. Di daerah
terpencil 4 dari 10 tenaga mempunyai rencana
untuk pindah karena alasan jauh dari keluarga dan pengembangan karir.
Meskipun upaya pemenuhan kebutuhan SDM Kesehatan
telah dilakukan dengan menempatkan tenaga kesehatan di seluruh Indonesia, namun
masih belum mencukupi dari segi jumlah, jenis dan kualitas tenaga kesehatan
yang dibutuhkan untuk dapat tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
4. Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Makanan Minuman
Upaya perlindungan masyarakat terhadap
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman telah dilakukan
secara komprehensif.
Untuk menjamin keterjangkauan obat esensial,
pemerintah telah menetapkan harga obat generik esensial untuk pelayanan
kesehatan mencakup 455 item obat. Disamping itu masyarakat miskin telah pula
mendapatkan pengutamaan dalam pelayanan kesehatan dasar khususnya pelayanan
obat melalui subsidi pemerintah sebesar Rp.3.800/kapita tahun 2007 dan Rp.
4.200/kapita di tahun 2008 dengan asumsi jumlah penduduk sebesar 225 juta, yang
secara bertahap harus terus ditingkatkan untuk mencapai minimum $.2,00/kapita
USD sesuai dengan rekomendasi WHO. Sementara ini melalui Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) untuk masyarakat miskin, pemerintah
menyediakan pula dana untuk pelayanan kesehatan yang sebagian
diantaranya untuk belanja obat, namun
demikian masih belum dapat memenuhi kebutuhan
obat sebagaimana yang diharapkan.
Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh
produksi domestik, bahan baku impor mencapai 85% dari kebutuhan. Sebanyak 204
perusahan farmasi berlisensi Indonesia, hanya 67 memproduksi obat generik
esensial. Sektor pengobatan tradisional cukup beragam dan substansial: 900
industri kecil dan 130 menengah. Sebanyak 9.600 tanaman berpotensi mempunyai
efek pengobatan,
Peresepan obat generik berlogo di Puskesmas
sebesar 90%, di RSU: 66%, di RS swasta & apotek: 49%. Ketersediaan Obat
Generik Berlogo tinggi, harga murah tapi akses masyarakat terhambat karena
asymetric information dan praktek pemasaran yang kurang baik
5. Manajemen dan Informasi Kesehatan
Kebijakan pembangunan kesehatan belum seluruhnya
dirumuskan dengan memanfaatkan hasil penelitian atau kajian sehingga belum
sepenuhnya berbasis bukti.
Regulasi bidang kesehatan pada saat ini belum
cukup, baik jumlah, jenis, maupun efektifitasnya. Sehingga terjadi kerancuan
dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan, termasuk di dalamnya perlindungan hukum
terhadap pelaksana pelayanan kesehatan.
Sistem informasi kesehatan dalam era otonomi
daerah mengalami hambatan. Data dan informasi yang
diperoleh masih terfragmentasi dan tidak
menggambarkan permasalahan kesehatan secara utuh.
Perencanaan pembangunan kesehatan belum seperti
yang diharapkan karena masih terjadinya disparitas kemampuan tenaga perencana
antar wilayah. Secara nasional, keterkaitan alur perencanaan belum optimal
khususnya terkait dengan hubungan antara perencanaan pembangunan kesehatan
jangka panjang (RPJPN), jangka menengah (RPJMN dan Renstra) dan perencanaan
tahunan (Renja KL) dengan RPJMD, Renstrada dan Renja SKPD.
Ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan telah
berkembang pesat namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena masih
rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Pemerintah belum sepenuhnya dapat
menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang efektif, efisien, dan bermutu
sesuai dengan prinsip- prinsip kepemerintahan yang baik (Good Governance).
6. Pemberdayaan Masyarakat
Rumah tangga (RT) yang telah melaksanakan PHBS
meningkat dari 27% pada tahun 2005 menjadi 36,3% pada tahun 2007 namun masih
jaun dari sasaran
yang harus dicapai pada tahun 2009 yakni target
60%.
Jumlah Posyandu semakin meningkat, tapi pemanfaatan
dan kualitas perlu ditingkatkan. Pada tahun 2007 sebanyak 27,3% RT memanfaatkan
posyandu, 10% membutuhkan tapi tidak memanfaatkan, dan 62,5% tidak membutuhkan
dengan alasan karena posyandu pelayanan tidak lengkap (49,6%), jauh (26%), dan
tidak ada posyandu (24%). Riskesdas 2007
Dalam rangka pengembangan Desa Siaga, pada tahun
2007 mengalami hambatan karena adanya efisiensi APBN 2007. Oleh karena itu
pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yang ditargetkan sebanyak 30.000
buah pada tahun 2007, hanya dapat direalisasikan sebanyak 20.986 buah. Dengan
demikian sampai saat ini baru terbentuk 33.910 Desa Siaga yang dilengkapi
dengan Poskesdes dari target
42.000 buah. Pada tahun 2007 pemerintah
membentuk 600 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren), dan telah diberikan pula
bantuan stimulan untuk pengembangan 229 Musholla Sehat.
B.
TANTANGAN MASA DEPAN PEMBANGUNAN
KESEHATAN
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
RPJPN disebutkan bahwa tantangan pembangunan bidang kesehatan yang dihadapi
antara lain adalah mengurangi
kesenjangan status kesehatan masyarakat dan
akses terhadap pelayanan kesehatan antarwilayah, tingkat sosial ekonomi, dan
gender; meningkatkan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan yang kurang
memadai; meningkatkan akses terhadap fasilitas kesehatan; dan mengurangi beban
ganda penyakit yaitu pola penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat
adalah penyakit infeksi menular, namun pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular
serta meningkatnya penyalahgunaan narkotik dan obat-obat terlarang.
1. Penduduk Indonesia
akan bertambah banyak dengan piramida yang terus berubah. Jumlah penduduk
Indonesia yang pada tahun 2005 sebesar 219,9 juta orang, akan menjadi 274 juta
orang pada tahun 2025. Penduduk usia lanjut dan usia produktif termasuk usia
angkatan kerja akan bertambah besar proporsinya. Sementara itu penduduk usia
muda (bayi dan anak), meskipun proporsinya menurun, jumlahnya tetap meningkat.
Disamping itu karena adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah menimbulkan
urbanisasi yang tidak terkendali. Begitu pula kemiskinan dan pengangguran
dengan segala akibatnya terhadap kesehatan tetap ada terus sampai tahun 2025,
walaupun jumlahnya sudah menurun.
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, terdapat be-berapa tantangan yang
dihadapi antara lain: rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang terlihat dari
masih tingginya angka kematian bayi (AKB), angka kematian anak balita (AKABA)
dan angka kematian ibu
melahirkan (AKI) serta tingginya proporsi anak
balita yang mengalami gizi kurang.
Menjelang tahun 2025 derajat kesehatan
masyarakat akan semakin bertambah baik karena menurunnya AKB dan AKABA,
meningkatnya status gizi masyarakat, serta UHH. Namun demikian upaya penurunan
AKI masih merupakan tantangan yang berat.
2.
Masalah kesehatan masyarakat lainnya yang dihadapi
adalah beban ganda penyakit yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi
yang harus ditangani, dilain pihak semakin meningkatnya penyakit tidak menular.
Selain itu beberapa penyakit infeksi cenderung meningkat kembali (re-emerging diseases) seperti penyakit
TB, dan malaria. Penyakit infeksi baru (new
emerging diseases) juga telah muncul, utamanya yang disebabkan karena virus
seperti: HIV/AIDS, SARS, dan flu burung (avian influenza). Ke depan Indonesia
perlu mewaspadai timbulnya penyakit-penyakit baru yang diakibatkan oleh virus.
Tantangan lain yang dihadapi adalah adanya
kecenderungan meningkatnya masalah kesehatan jiwa, masalah-masalah yang
berkaitan dengan usia lanjut yang akan menyebabkan meningkatnya beban pelayanan
dan pembiayaan kesehatan, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan akibat kerja,
dampak perubahan iklim, dan meningkatnya pencemaran lingkungan serta perubahan
gaya hidup yang tidak sehat. Penyakit jantung dan pembuluh darah
(Kardiovaskular), kanker, dan penyakit tidak menular lainnya juga cenderung
meningkat.
Pelayanan kesehatan masyarakat menjadi sangat
maju menjelang tahun 2025 sehingga dapat melayani semua kebutuhan pelayanan
kesehatan. Akibat penyalahgunaan Napza juga merupakan tantangan yang berat
dalam pembangunan kesehatan.
3. Desentralisasi
bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai yang
diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan
merupakan tantangan yang sangat penting.
Manajemen kesehatan yang meliputi kebijakan
kesehatan, administrasi kesehatan, sistem informasi kesehatan, dan hukum
kesehatan yang mencakup perlindungan masyarakat, penegakan dan kesadaran hukum
belum sepenuhnya mendukung pembangunan kesehatan. Meskipun sistem informasi
kesehatan sangat penting untuk mendukung pembangunan kesehatan, akan tetapi
tidak mudah dalam pengembangannya agar berhasil-guna dan berdaya- guna.
Desentralisasi di bidang kesehatan belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
4. Pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan pada umumnya masih menempatkan masyarakat
sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan kesehatan. Pengetahuan, sikap
dan perilaku serta kemandirian masyarakat untuk hidup sehat masih belum memadai.
5.
Kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap
pelayanan kesehatan yang bermutu antar wilayah, gender, dan antar kelompok
tingkat sosial ekonomi; pelayanan kesehatan reproduksi yang masih lemah;
serta terbatasnya jumlah dan belum optimalnya
alokasi pembiayaan kesehatan.
Dalam pembiayaan kesehatan, hampir seluruh
penduduk Indonesia diperkirakan telah dicakup oleh sistem jaminan kesehatan
sosial.
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang aman,
bermanfaat dan bermutu belum sepenuhnya tersedia secara merata dan terjangkau
oleh masyarakat.
6. Dewasa ini belum
memadainya jumlah, penyebaran, komposisi dan mutu tenaga kesehatan. Merupakan
tantangan bagi pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan, bahwa menjelang
tahun 2025 pemenuhan seluruh kebutuhan SDM Kesehatan bagi pembangunan kesehatan
telah tercapai.
7. Selain itu, dalam
upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, beberapa masalah
dan tantangan baru muncul sebagai akibat dari perubahan sosial budaya, ekonomi
dan politik serta perubahan lingkungan strategis, baik global, regional, maupun
nasional. Perubahan sosial budaya, ekonomi dan politik yang berpotensi
terjadinya konflik sosial dapat menimbulkan masalah kesehatan. Terorisme,
utamanya bioterorisme dapat menjadi ancaman dalam pembangunan kesehatan.
Tantangan global yang dihadapi adalah upaya
dalam pencapaian sasaran Millennium
Development Goals (MDGs). Tantangan global lainnya antara lain adalah
perdagangan bebas, dan sumber daya kesehatan yang ikut mengglobal, perlu
diantisipasi. Pengaruh
globalisasi dan liberalisasi perdagangan serta
pelayanan publik melalui kesepakatan General
Agreement on Trade in Service (GATS) dan Trade- Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS),
dimulainya pasar bebas ASEAN pada tahun 2003 dan pasar bebas Asia Pasific pada
tahun 2020 akan mempengaruhi berbagai aspek penyelenggaraan pembangunan
kesehatan. Masuknya modal asing dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit, dan tenaga kesehatan asing perlu diwaspadai. Sedangkan
dalam lingkup nasional antara lain adalah upaya penerapan kebijakan pemerataan
pembangunan kesehatan secara lebih luas, yang
didukung dengan sumber daya yang cukup.
BAB III
DASAR, VISI,
DAN MISI PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2005-2025
A.
DASAR PEMBANGUNAN KESEHATAN
Landasan idiil pembangunan nasional adalah
Pancasila, dan landasan konstitusionalnya adalah Undang-undang Dasar 1945.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Oleh
karenanya pembangunan kesehatan diselenggarakan pula dengan berlandaskan pada
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia secara tegas
di amanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945, di mana dinyatakan bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. Di dunia internasional, konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia
(WHO) tahun 1948 juga menyatakan bahwa “Health
is a fundamental right”, yang mengandung suatu kewajiban untuk menyehatkan
yang sakit dan mempertahankan serta meningkatkan yang sehat. Hal ini melandasi
pemikiran bahwa sehat sebagai hak asasi manusia dan sehat sebagai investasi.
Dasar pembangunan kesehatan adalah norma, nilai
kebenaran, dan aturan pokok yang bersumber dari falsafah dan budaya Bangsa
Indonesia, yang dipergunakan sebagai landasan untuk berpikir dan
bertindak dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Dasar pembangunan
kesehatan meliputi:
1.
Perikemanusian
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga kesehatan perlu berbudi luhur,
memegang teguh etika profesi, dan selalu menerapkan prinsip peri kemanusiaan
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
2.
Pemberdayaan dan Kemandirian
Setiap orang dan masyarakat bersama dengan
pemerintah berperan, berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.
Pembangunan kesehatan harus mampu mem-bangkitkan dan mendorong peran aktif
masyarakat. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada
kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian bangsa dan
semangat solidaritas sosial serta gotong- royong.
3.
Adil dan Merata
Dalam pembangunan kesehatan setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, tanpa memandang suku, golongan, agama, dan status sosial
ekonominya. Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
4.
Pengutamaan dan Manfaat
Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan perorangan atau golongan.
Upaya kesehatan yang bermutu diselenggarakan dengan memanfaatkan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta harus lebih mengutamakan pendekatan
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan diselenggarakan
berlandaskan pada dasar kemitraan atau sinergisme yang dinamis dan tata
penyelenggaraan yang baik, sehingga secara berhasil guna dan bertahap dapat
memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, beserta lingkungannya. Pembangunan kesehatan diarahkan agar
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan
masyarakat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi,
anak, manusia usia lanjut dan keluarga miskin.
B.
VISI
Kesehatan adalah salah satu unsur dari
masyarakat Indonesia yang sejahtera, yaitu tercapainya hak atas hidup sehat
bagi seluruh lapisan masyarakat melalui sistem kesehatan yang dapat menjamin
terlindunginya masyarakat dari berbagai risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan dan tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan
merata. Kesehatan sebagai investasi
akan menghasilkan penduduk yang sehat dan produktif sebagai SDM pembangunan
yang berkelanjutan serta memiliki
daya saing global.
Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang
ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan
negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan dengan
perilaku hidup sehat, baik jasmani, rohani maupun sosial, dan memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Keadaan
masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai:
Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis
pembangunan kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi
terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang
bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana
sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,
perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan
masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai
budaya bangsa.
Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam
Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan; mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi
diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk
menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe community).
Dalam Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat
memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga
memperoleh jaminan kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu yang
dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan dalam keadaan
darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat
serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi.
Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan
perilaku hidup sehat, serta meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat yang setinggi-tingginya.
C.
MISI
Dengan berlandaskan pada dasar Pembangunan
Kesehatan, dan untuk mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2025, ditetapkan 4 (empat)
misi Pembangunan Kesehatan, yaitu:
1. Menggerakkan Pembangunan Nasional Berwawas- an Kesehatan
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-
mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat
dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi positif berbagai sektor
pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil kerja serta kontribusi positif
tersebut, harus dapat diupayakan
masuknya wawasan kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional.
Kesehatan sebagai salah satu unsur dari kesejahteraan rakyat juga mengandung arti terlindunginya dan terlepasnya
masyarakat dari segala macam gangguan yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.
Untuk dapat terlaksananya pembangunan nasional
yang berkontribusi positif terhadap kesehatan seperti dimaksud di atas, maka
seluruh unsur atau subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional berperan sebagai
penggerak utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
2. Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat
Kesehatan adalah tanggung
jawab bersama dari setiap individu,
masyarakat termasuk swasta, dan pemerintah. Upaya pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan setiap individu, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya dilakukan tanpa
meninggalkan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Kesadaran,
kemauan dan kemampuan setiap individu, keluarga dan masyarakat untuk menjaga
kesehatan, memilih, dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, sangat
menentukan keberhasilan pembangunan kese-hatan. Penyelenggaraan
pemberdayaan masyarakat meliputi: a) penggerakan masyarakat; masyarakat
paling bawah mempunyai peluang yang sebesar-besarnya untuk terlibat aktif dalam
proses pembangunan kesehatan, b) organisasi kemasyarakatan; diupayakan agar
peran organisasi masyarakat lokal makin berfungsi dalam pembangunan kesehatan,
c) advokasi; masyarakat memperjuangkan kepentingannya di bidang kesehatan, d)
kemitraan; dalam pemberdayaan masyarakat penting untuk meningkatkan kemitraan
dan partisipasi lintas sektor, swasta, dunia usaha dan pemangku kepentingan, e)
sumberdaya; diperlukan sumberdaya memadai spt SDM, sistem informasi dan dana. (hps)
3. Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Bermutu, Merata, dan Terjangkau
Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna
menjamin tersedianya upaya kesehatan, baik upaya
kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan
perorangan yang bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Upaya
kesehatan diselenggarakan dengan pengutamaan pada upaya pencegahan (preventif),
dan peningkatan kesehatan (promotif) bagi segenap warga negara Indonesia, tanpa
mengabaikan upaya penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif). Agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, diperlukan
pula upaya peningkatan lingkungan yang sehat. Upaya kesehatan tersebut
diselenggarakan dengan kemitraan antara pemerintah, dan masyarakat termasuk swasta.
Untuk masa mendatang, apabila sistem jaminan
kesehatan sosial telah berkembang, penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan
primer akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep
dokter keluarga. Di daerah yang sangat terpencil, masih diperlukan upaya
kesehatan perorangan oleh Puskesmas.
4. Meningkatkan dan Mendayagunakan Sumber Daya Kesehatan
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
sumber daya kesehatan perlu ditingkatkan dan didayagunakan, yang meliputi
sumber daya manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan, serta sediaan farmasi dan
alat kesehatan. Sumber daya kesehatan meliputi pula penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan/kedokteran, serta data dan informasi yang makin penting
peranannya.
Tenaga kesehatan yang bermutu harus tersedia
secara mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaat- kan secara berhasil-guna
dan berdaya-guna.
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari
masyarakat, swasta, dan pemerintah harus tersedia dalam jumlah yang mencukupi,
teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil-guna serta
berdaya-guna. Jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional dengan
prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas,
bertujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Sediaan farmasi, alat kesehatan yang aman,
bermutu, dan bermanfaat harus tersedia secara merata serta terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, makanan dan minuman yang aman, bermutu serta dengan
pengawasan yang baik. Upaya dalam meningkatkan ketersediaan tersebut, dilakukan
dengan upaya peningkatan manajemen, pengembangan serta penggunaan teknologi di
bidang sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman.
BAB IV
ARAH
PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG BIDANG KESEHATAN 2005-2025
A.
TUJUAN DAN SASARAN
1.
Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia
Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan
negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan
dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik
Indonesia.
2. Sasaran
Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai
pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, yang
ditunjukkan oleh indikator dampak yaitu:
meningkatnya Umur Harapan Hidup
(UHH) dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7 tahun pada tahun 2025.
Menurunnya Angka Kematian Bayi
dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 15,5 per
1.000 kelahiran
hidup pada tahun 2025.
Menurunnya Angka Kematian Ibu dari 262 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 74 per
100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2025.
Menurunnya prevalensi gizi
kurang pada balita dari 26% pada tahun 2005 menjadi 9,5% pada tahun 2025.
B.
STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan
kesehatan, maka strategi pembangunan kesehatan yang akan ditempuh sampai tahun
2025 adalah:
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk
memenuhi salah satu hak dasar rakyat yang sangat fundamental. Pembangunan
kesehatan juga sekaligus sebagai investasi pembangunan nasional, dengan
demikian pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional.
Dalam kaitan ini pembangunan nasional perlu berwawasan kesehatan. Diharapkan
setiap program pembangunan nasional yang terkait dengan pembangunan kesehatan,
dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap tercapainya nilai-nilai dasar
pembangunan kesehatan.
Untuk terselenggaranya pembangunan nasional
berwawasan kesehatan, perlu dilaksanakan kegiatan
advokasi, sosialisasi, orientasi, kampanye dan
pelatihan, sehingga semua pelaku pembangunan nasional (stakeholders) memahami dan mampu melaksanakan pembangunan nasional
berwawasan kesehatan. Selain itu perlu pula dilakukan penjabaran lebih lanjut
dari pembangunan nasional berwawasan kesehatan, sehingga benar-benar dapat
dilaksanakan dan diukur tingkat pencapaian dan dampak yang dihasilkan.
Dalam penyelenggaraan pembangunan nasional
berwawasan kesehatan, pengembangan hukum di masa mendatang menjadi sangat penting,
untuk menjamin terwujudnya kepastian hukum, keadilan hukum, dan manfaat hukum.
2.
Pemberdayaan Masyarakat dan Daerah
Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan
semakin penting. Masalah kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat sendiri dan
pemerintah. Selain itu, banyak permasalahan kesehatan yang wewenang dan
tanggung jawabnya berada di luar sektor kesehatan. Untuk itu perlu adanya
kemitraan antar berbagai pelaku pembangunan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat
pada hakekatnya adalah melibatkan masyarakat untuk aktif dalam pengabdian
masyarakat (to serve), aktif dalam
pelaksanaan advokasi kesehatan (to
advocate), dan aktif dalam mengkritisi pelaksanaan upaya kesehatan (to watch).
Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan,
penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus
berangkat dari masalah dan potensi spesifik
daerah. Oleh karenanya dalam pembangunan kesehatan diperlukan adanya
pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada daerah. Kesiapan daerah dalam
menerima dan menjalankan kewenangannya dalam pembangunan kesehatan, sangat
dipengaruhi oleh tingkat kapasitas daerah yang meliputi perangkat organisasi
dan sumber daya manusianya, serta kemampuan fiskal. Untuk itu harus dilakukan
penetapan yang jelas tentang peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah di
bidang kesehatan, upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, dan
pengembangan serta pemberdayaan sumber daya daerah.
3.
Pengembangan Upaya dan Pembiayaan Kesehatan
Pengembangan pelayanan atau upaya kesehatan,
yang mencakup upaya kesehatan masyarakat dan
pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat (client oriented), dan
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, merata, terjangkau,
berjenjang, profesional, dan bermutu. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin perlu mendapatkan pengutamaan. Penyelenggaraan upaya kesehatan
diutamakan pada upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan, tanpa mengabaikan
upaya pengobatan dan pemulihan kesehatan. Penyelenggaraan upaya kesehatan
dilakukan dengan prinsip kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Menghadapi lingkungan strategis pembangunan
kesehatan, perlu dilakukan reorientasi upaya kesehatan, yaitu yang berorientasi
terutama pada desentralisasi, globalisasi, perubahan epidemiologi, dan
menghadapi keadaan bencana.
Pengembangan upaya kesehatan perlu menggunakan
teknologi kesehatan/kedokteran dan informatika yang semakin maju, antara lain:
pembuatan berbagai vaksin, pemetaan dan test dari gen, terapi gen, tindakan
dengan intervensi bedah yang minimal, transplantasi jaringan, otomatisasi
administrasi kesehatan/kedok- teran, upaya klinis dan rekam medis dengan
dukungan komputerisasi, serta telekomunikasi jarak jauh (tele- health).
Dalam 20 tahun mendatang, pelayanan RS terus di-
kembangkan dan kegiatan-kegiatannya harus bertumpu kepada fungsi sosial yang
dikaitkan dengan sistem jaminan kesehatan sosial nasional.
Puskesmas harus mampu melaksanakan fungsinya
sebagai penggerak pemberdayaan masyarakat, pusat penanggulangan masalah
kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan primer.
Pembiayaan kesehatan yang berasal dari berbagai
sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, dan swasta harus mencukupi bagi
penyelenggaraan upaya kesehatan, dan dikelola secara berhasil-guna dan
berdaya-guna. Pembiayaan kesehatan untuk menjamin terpelihara dan
terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan,
diselenggarakan secara nasional dengan prinsip
asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Penting untuk dikembangkan sinergisme, terutama
diantara upaya kesehatan dan pembiayaan kesehatan berdasarkan prinsip asuransi
sosial, dengan dukungan pengembangan sumber daya manusia kesehatan berbasis
kompetensi, yang dilandasi oleh peningkatan etika dan hukum. Berbagai
organisasi profesi kesehatan dan pemerintah sangat berperan dalam mengembangkan
sinergi dimaksud.
Peran swasta dalam upaya kesehatan perlu terus
dikembangkan secara strategis dalam konteks pembangunan kesehatan secara
keseluruhan. Interaksi upaya publik dan sektor swasta penting untuk
ditingkatkan secara bertahap.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dimaksud
perlu didukung dengan penelitian dan kajian kesehatan yang bersifat mendasar,
luas dan berjangkau ke depan.
4. Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
ter- jangkau oleh seluruh lapisan masyarakat tidak akan terwujud apabila tidak
didukung oleh sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi jumlahnya, dan
profesional, yaitu sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan
IPTEK, menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Semua
tenaga kesehatan dituntut untuk selalu
menjunjung tinggi sumpah dan kode etik profesi.
Dalam pelaksanaan strategi ini dilakukan
perencanaan kebutuhan dan penentuan standar kompetensi tenaga kesehatan,
pengadaan tenaga kesehatan, dan pendayagunaan tenaga kesehatan serta pembinaan
dan pengawasan sumber daya manusia kesehatan, Upaya pengadaan tenaga kesehatan
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan di Indonesia dalam era
desentralisasi dan globalisasi. Upaya pengadaan ini dilakukan melalui
pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan SDM Kesehatan. Pendayagunaan tenaga
kesehatan antara lain meliputi:
distribusi tenaga kesehatan secara merata dan peningkatan karier dari tenaga
kesehatan tersebut. Pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan dilakukan melalui
peningkatan komitmen dan legislasi yang meliputi antara lain sertifikasi, uji
kompetensi, registrasi, dan perijinan (licensing) tenaga kesehatan. Disamping
itu, penting dilakukan upaya untuk pemenuhan hak-hak tenaga kesehatan.
5.
Penanggulangan Keadaan Darurat Kesehatan
Keadaan darurat kesehatan dapat terjadi karena
bencana, baik bencana alam maupun bencana karena ulah manusia, termasuk konflik
sosial. Keadaan darurat kesehatan akan mengakibatkan dampak yang luas, tidak
saja pada kehidupan masyarakat di daerah bencana, namun juga pada kehidupan
bangsa dan negara. Oleh karenanya penanggulangan keadaan darurat kesehatan yang
mencakup upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan, dilakukan secara
komprehensif, mitigasi serta didukung kerjasama lintas sektor dan peran aktif masyarakat.
C.
UPAYA POKOK PEMBANGUNAN KESEHATAN
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diutamakan
bagi penduduk rentan, yakni ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga miskin
yang dilaksanakan melalui peningkatan upaya pokok pembangunan kesehatan yang
terdiri dari: Upaya Kesehatan; Pembiayaan Kesehatan; Sumber Daya Manusia
Kesehatan; Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan Minuman, Manajemen dan
informasi Kesehatan dan. Pemberdayaan Masyarakat
Upaya pokok tersebut dilaksanakan dengan
memperhatikan dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi
dan lingkungan, kemajuan IPTEK, globalisasi dan demokratisasi dengan semangat
kemitraan, dan kerjasama lintas sektor.
Pembangunan kesehatan diprioritaskan pada
pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, serta upaya kesehatan, khususnya upaya
promotif dan preventif, yang ditunjang oleh pengembangan dan pemberdayaan SDM
kesehatan.
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan
tersebut diberikan perhatian khusus kepada pelayanan kesehatan bagi penduduk
miskin, daerah tertinggal, daerah bencana, daerah perbatasan, daerah terpencil
termasuk pulau-pulau kecil, dengan memperhatikan kesetaraan gender.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan
kesehatan sampai dengan tahun 2025 dan dengan mempertimbangkan kemungkinan
ketersediaan sumber daya kesehatan, maka peningkatan upaya pokok pembangunan
kesehatan dalam rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan (RPJP-K)
dilaksanakan sesuai dengan tahapan rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM-K). Pentahapan RPJP-K dimaksudkan untuk memberikan tuntunan bagi
penyusunan RPJM-K, yang harus disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan
pembangunan nasional bangsa Indonesia. Pentahapan yang diuraikan bersifat
indikatif dan harus disesuaikan dengan kondisi nyata pada saat penyusunan
RPJM-K, agar lebih bermanfaat dan memberikan respons yang tepat bagi
perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia.
Pentahapan RPJP-K dalam 4 (empat) periode RPJM-K
disusun dengan memperhatikan pentahapan RPJP-N sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-undang nomor 17 Tahun 2007, yang antara lain menetapkan:
Dalam RPJM ke–1 (2005–2009) kesejahteraan
masyarakat Indonesia telah meningkat yang ditandai dengan meningkatnya kualitas
sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, antara lain,
ditandai oleh meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks
pembangunan gender (IPG) sebagai hasil dari upaya pembangunan nasional,
termasuk peningkatan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan perempuan dan anak, dan
pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk.
Dalam RPJM ke–2 (2010–2014), kesejahteraan
masyarakat terus meningkat yang ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator
pembangunan sumber daya manusia, seperti meningkatnya derajat kesehatan dan
status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh
kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, terkendalinya jumlah dan
laju pertumbuhan penduduk, serta menurunnya kesenjangan antar individu, antar
kelompok masyarakat, dan antar daerah.
Dalam RPJM ke–3 (2015–2019) kesejahteraan
masyarakat terus membaik, meningkat sebanding dengan negara-negara
berpenghasilan menengah. Kualitas sumber daya manusia (SDM) terus membaik yang
ditandai antara lain oleh meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat, meningkatkan kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh kembang
optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, serta terpenuhinya penyediaan air
minum untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Dalam RPJM ke–4 (2020–2024) kesejahteraan
masyarakat terus meningkat yang ditunjukkan antara lain oleh mantapnya SDM
berkualitas dan berdaya saing yang didukung oleh meningkatnya derajat kesehatan
dan status gizi masyarakat, meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan
dan perlindungan anak, terwujudnya kesetaraan gender, serta bertahannya kondisi
dan penduduk tumbuh seimbang.
Pentahapan RPJP-K dalam RPJM-K secara indikatif
adalah sebagai berikut:
1. RPJM-K ke-1 (2005-2009)
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkat-
kan akses dan mutu pelayanan kesehatan.
Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, perhatian
khusus diberikan pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu dan Anak,
pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin, penanggulangan penyakit dan gizi buruk, penanggulangan masalah
kesehatan akibat bencana, dan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, daerah
tertinggal, dan daerah perbatasan. Akses masyarakat terhadap upaya kesehatan
perorangan yang bermutu, dilakukan dengan lebih mengoptimalkan kemampuan
Puskesmas dan kualitas pelayanan di rumah sakit, serta peningkatan sistem
rujukannya. Penanggulangan penyakit menular diutamakan pada penyakit yang
menimbulkan masalah kesehatan masyarakat dan menurunkan produktivitas penduduk.
Upaya penanggulangan penyakit tidak menular dikembangkan, dalam rangka
antisipasi permasalahan kesehatan di masa depan. Upaya pembangunan dan
perbaikan gizi masyarakat dilaksanakan secara optimal sehingga tercapai
kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga dengan kandungan gizi yang cukup,
seimbang, serta terjamin keamanannya. Penanggulangan keadaan darurat kesehatan,
termasuk masalah kesehatan akibat bencana telah dapat dilaksanakan secara
komprehensif dengan dukungan kerjasama lintas sektor dan peran aktif
masyarakat. Penelitian dan pengembangan kesehatan yang bersifat mendasar,
luas, dan menjangkau ke depan mulai dikembangkan
dan dilembagakan.
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari
pemerintah semakin meningkat dengan pemenuhan pembiayaan pada pelayanan
kesehatan perorangan bagi seluruh masyarakat rentan dan keluarga miskin
(penerima bantuan iuran/PBI). Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat
dan swasta terus didorong agar semakin meningkat. Pembiayaan kesehatan
bersumber pemerintah diupayakan difokuskan pada pencapaian sasaran prioritas
pembangunan kesehatan dengan pembiayaan upaya kesehatan masyarakat yang semakin
meningkat dan proporsional.
Pembiayaaan untuk pelayanan kesehatan perorangan
bagi masyarakat rentan dan penduduk miskin sepenuhnya telah dilakukan dengan
cara pra-upaya. Pembiayaan untuk pelayanan kesehatan perorangan pada kelompok
formal/ penerima upah dan kelompok informal dengan cara pra-upaya terus
didorong dan ditingkatkan
Pembelanjaan kesehatan untuk pelayanan kesehatan
perorangan bersumber dari pembiayaan pemerintah dilaksanakan secara efektif,
efisien, transparan dan akuntabel dengan pelayanan terkendali. Pembelanjaan
kesehatan untuk pelayanan kesehatan perorangan bersumber dari pembiayaan swasta
dan masyarakat didorong agar terlaksana secara efektif, efisien, transparan dan
akuntabel dengan pelayanan terkendali. Pembelanjaan kesehatan untuk upaya
kesehatan masyarakat diarahkan kepada upaya
pencegahan dan promosi untuk mengatasi masalah kesehatan yang utama
Pemenuhan kebutuhan Sumberdaya Manusia kesehatan
(SDMK), terutama untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya,
termasuk bidan di perdesaan dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota sebagian besar telah
terpenuhi.
Kemampuan perencanaan SDMK pada tingkat pusat
dan di beberapa provinsi telah meningkat dan mampu menyusun rencana kebutuhan
SDMK secara lengkap dan rinci. Dalam pengadaan SDMK penguatan pendidikan tenaga
kesehatan dan pelatihan SDMK dilaksanakan agar sesuai dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan. Pelatihan tersebut terutama meliputi pelatihan teknis,
fungsional dan manajemen kesehatan. Dalam pendayagunaan SDM Kesehatan rencana
distribusi SDMK dan rencana penguatan manajemen karier SDMK telah disusun.
Pembinaan, pengawasan, dan dukungan sumberdaya untuk pengembangan dan
pemberdayaan SDMK semakin ditingkatkan antara lain dengan meningkatkan komitmen
politik dengan ditetapkannya strategi Pengembangan dan Pemberdayaan SDMK dalam
UU Kesehatan yang baru.
Upaya optimalisasi industri farmasi nasional
dilaksanakan guna meningkatkan distribusi, pelayanan dan pemanfaatan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dengan mulai meningkatkan kemandirian pada pengadaan
bahan baku. Pengkajian harga obat
dilakukan dalam kerangka meningkatkan
keterjangkauan masyarakat terhadap harga obat. Rasionalisasi harga obat dapat
dilaksanakan. Sarana distribusi obat sektor swasta ditingkatkan, dalam upaya
mendekatkan pelayanan obat kepada masyarakat dengan harga yang terjangkau.
Pengawasan obat dan makanan lebih dikembangkan.
Pada tahap ini kebijakan dan administrasi
kesehatan dikembangkan untuk menerapkan dasar–dasar sinergisme antara
upaya-upaya pokok pembangunan kesehatan, yaitu upaya kesehatan, pembiayaan
kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan termasuk
makanan dan minuman, dan pemberdayaan masyarakat. Sistem informasi kesehatan
dalam era desentralisasi dibangun kembali. Di bidang hukum kesehatan, dengan
berbagai perubahan lingkungan strategis baik internal maupun eksternal,
dilakukan konsolidasi dan penataan kembali berbagai peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan yang sudah kurang sesuai lagi dengan
perkembangan.
Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kese-
hatan terus ditingkatkan, sehingga peran dan kontribusi masyarakat dalam
pembangunan kesehatan meningkat. Edukasi kesehatan lebih ditingkatkan dalam
upaya memberikan pengetahuan, kemauan dan kemampuan bagi individu, kelompok dan
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Revitalisasi berbagai
upaya kesehatan berbasis masya-rakat (UKBM) ditingkatkan. Penggerakkan
kelompok- kelompok masyarakat yang tergabung
dalam
organisasi kemasyarakatan dilakukan guna
mewujudkan peran aktifnya dalam penyelenggaraan pembangunan. Kemampuan
masyarakat desa dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah kesehatan,
termasuk masalah kesehatan akibat bencana secara dini mulai dikembangkan.
2. RPJM-K ke-2 (2010-2014)
Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas telah lebih berkembang dan meningkat.
Dalam upaya mencapai target MDGs di bidang
kesehatan penyelenggaraan upaya kesehatan ditingkatkan intensitasnya dengan
tetap memberikan perhatian khusus pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu
dan anak, pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, penanggulangan penyakit
dan gizi buruk, penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, dan pelayanan
kesehatan di daerah terpencil, daerah tertinggal, dan daerah perbatasan.
Revitalisasi Puskesmas dilaksanakan agar dapat melaksanakan upaya kesehatan
masyarakat dan pelayanan kesehatan perorangan secara serasi dan sinergis sesuai
dengan perkembangan IPTEK kesehatan. Kualitas pelayanan di rumah sakit dan
sistem rujukan terus ditingkatkan. Penanggulangan penyakit menular terus
ditingkatkan, terutama ditujukan pada penyakit- penyakit yang target penurunan
angka kesakitannya disepakati dalam MDGs. Upaya penanggulangan penyakit tidak
menular telah lebih berkembang sejalan dengan meningkatnya penduduk usia lanjut
dan perubahan pola hidup masyarakat. Upaya
pembangunan dan perbaikan gizi masyarakat
dilaksanakan dengan lebih optimal. Upaya penanggulangan pencemaran lingkungan
lebih ditingkatkan dan dikembangkan lagi. Penyediaan air minum dan sarana sanitasi
dasar sudah makin meningkat. Pembangunan berwawasan kesehatan sudah mulai
dilaksanakan secara konsisten oleh semua bidang-bidang pembangunan nasional.
Penelitian dan pengembangan kesehatan yang mendasar telah berkembang mendukung
upaya pembangunan kesehatan. Teknologi kesehatan lebih meningkat.
Pembiayaan kesehatan bersumber dari pemerintah
lebih meningkat lagi dengan sustainabilitas pemenuhan pembiayaan untuk
pelayanan kesehatan perorangan bagi seluruh masyarakat rentan dan keluarga
miskin (PBI). Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat dan swasta
telah semakin meningkat serta telah ada upaya kemitraan pemerintah dan swasta.
Pembiayaan kesehatan bersumber Pemerintah telah fokus pada pencapaian prioritas
pembangunan kesehatan dengan sebagian besar pembiayaan Pemerintah untuk upaya
kesehatan masyarakat.
Pembiayaan untuk pelayanan kesehatan perorangan
penduduk miskin telah dilakukan secara pra-upaya dengan prinsip asuransi
kesehatan sosial yang telah melembaga. Pembiayaan untuk pelayanan kesehatan
perorangan secara kelompok formal/penerima upah telah dilakukan dengan cara
jaminan kesehatan sosial dan mulai melembaga dalam satu kesatuan prinsip
penyelenggaraan. Pembiayaan untuk pelayanan
kesehatan perorangan kelompok informal mulai
melembaga dan menganut prinsip asuransi kesehatan sosial.
Pembelanjaan kesehatan untuk pelayanan kesehatan
perorangan bersumber dari pembiayaan Pemerintah yang dilakukan melalui jaminan
kesehatan sosial telah dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan dan
akuntabel dengan pelayanan terkendali secara berkesinambungan. Pembelanjaan
kesehatan untuk pelayanan kesehatan bersumber dari pembiayaan swasta dan
masyarakat semakin efektif, efisien, transparan dan akuntabel dengan pelayanan
terkendali. Pembelanjaan kesehatan untuk upaya kesehatan masyarakat telah
semakin mengarah kepada upaya pencegahan dan promosi untuk mengatasi masalah
kesehatan yang utama
Pemenuhan kebutuhan SDMK untuk daerah terpencil
sebagian besar telah dipenuhi, termasuk kepulauan dan daerah perbatasan. SDMK
di pusat dan daerah memiliki kompetensi sesuai profesi dan kebutuhan ditempat
kerja. Kemampuan daya saing SDMK meningkat. Pusat dan semua Provinsi telah
mampu melaksanakan perencanaan SDMK, yang didukung oleh sistem informasi SDMK.
Pendidikan dan pelatihan SDMK dapat berkembang sesuai kebutuhan pembangunan
kesehatan dan terkait dengan sistem pendidikan secara nasional. Standar pelayanan
kesehatan dan standar kompetensi SDMK sebagai acuan dalam penerapan standar
pendidikan dan pelaksanaan pendidikan tersebut. Program distribusi dan rencana
penguatan manajemen karier SDMK,
dilaksanakan sesuai rencana yang ditetapkan. Organisasi
profesi, komponen masyarakat dan sektor lain terkait makin berperan dalam
pembangunan kesehatan. Pembinaan, pengawasan, monitoring dan penilaian terhadap
SDMK telah berjalan dengan efektif. Sinergisme antara pembinaan, pengawasan
perencanaan, pendayagunaan dan pengadaan SDMK makin meningkat. Dukungan sumber
daya untuk Pengembangan dan Pemberdayaan SDMK telah makin meningkat. Dukungan
peraturan perundang-undangan untuk pengembangan dan pemberdayaan SDMK dapat makin ditingkatkan.
Industri farmasi nasional sudah optimal dan
telah dapat menyediakan sediaan farmasi dan alat kesehatan, khususnya dalam
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah mulai memfasilitasi pengadaan dan
memproduksi bahan baku obat. Harga obat lebih terjangkau oleh masyarakat. Pendistribusian,
pelayanan, dan pemanfaatan perbekalan kesehatan telah memenuhi kebutuhan, yang
menjamin keter- sediaan obat, khususnya obat generik di masyarakat. Pengawasan
obat dan ma-kanan lebih berkembang lagi.
Kebijakan dan administrasi kesehatan dapat lebih
mendukung terwujudnya sinergisme antar berbagai upaya pokok pembangunan
kesehatan telah mulai berkembang. Sistem informasi kesehatan telah dapat
dibangun dengan baik. Sistem pencatatan dan pelaporan termasuk rekam medis
dengan dukungan komputerisasi dan telekomunikasi jarak jauh sudah
makin berkembang. Hukum dan perundang-undangan
di bidang kesehatan telah mulai tertata dengan baik.
Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan
kesehatan telah lebih meningkat, sehingga peran dan kontribusi masyarakat dalam
pembangunan kesehatan terus berkembang. Edukasi kesehatan terus ditingkatkan
dengan berbagai inovasi, dalam upaya mewujudkan pengetahuan, kemauan
dan kemampuan bagi individu, kelompok dan masyarakat untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat. Perilaku individu, kelompok dan masyarakat yang
mendukung kesehatan telah lebih berkembang dan dilaksanakan secara konsisten.
Berbagai upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang ada telah kembali
mampu melakukan kegiatan dan fungsinya. Penggerakkan kelompok-kelompok
masyarakat yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan terus ditingkatkan.
Peran aktif dan kontribusi organisasi kemasyarakatan dalam pembangunan
kesehatan telah lebih nyata. Kemampuan masyarakat desa dalam mengidentifikasi
dan mengatasi masalah kesehatan, termasuk masalah kesehatan akibat bencana
secara dini telah lebih berkembang.
3. RPJM-K ke-3
(2015-2019)
Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas telah mulai mantap.
Penyelenggaraan upaya kesehatan, baik upaya
kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan tetap memberikan
perhatian khusus pada
golongan penduduk rentan, seperti bayi, anak,
ibu, usia lanjut, masyarakat pekerja sektor informal, serta masyarakat
miskin. Puskesmas telah dapat melaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan
pelayanan kesehatan perorangan secara serasi dan sinergis sesuai dengan
perkembangan IPTEK kesehatan. Kualitas pelayanan di rumah sakit dan sistem
rujukan telah meningkat. Penanggulangan penyakit menular telah meningkat dan
mulai mantap. Upaya penanggulangan penyakit tidak menular sudah mulai mantap.
Sejalan dengan itu pelayanan kesehatan geriatri mulai dikembangkan. Pembangunan
dan perbaikan gizi masyarakat telah optimal. Upaya penanggulangan pencemaran
lingkungan telah berkembang. Penyediaan air minum dan sarana sanitasi dasar
sudah memenuhi kebutuhan masyarakat. Pembangunan nasional berwawasan kesehatan
sudah dilaksanakan secara konsisten oleh semua bidang-bidang pembangunan
nasional. Wilayah sehat telah lebih berkembang dan merupakan kebutuhan dari masyarakat,
yang didukung dengan penyediaan air minum dan sarana sanitasi dasar yang lebih
merata, serta pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan yang
diselenggarakan bersama masyarakat. Penelitian dan pengembangan kesehatan yang
menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan terus meningkat dalam mendukung upaya pembangunan kesehatan.
Pembiayaan kesehatan bersumber dari pemerintah lebih meningkat lagi dan mendekati besaran
ideal proporsional terhadap anggaran pembangunan pemerintah dan terjaga kesinambungannya
dengan
pemenuhan pembiayaan untuk pelayanan kesehatan
perorangan seluruh masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI) dengan nilai per
kapita yang memadai. Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat dan swasta telah semakin
meningkat serta telah ada upaya pelembagaan kemitraan pemerintah dan swasta.
Pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah telah fokus pada pencapaian prioritas
pembangunan kesehatan dengan sebagian besar pembiayaan Pemerintah untuk upaya
kesehatan masyarakat.
Pembiayaan untuk pelayanan kesehatan
perorangan sebagian besar penduduk telah dilakukan secara pra- upaya melalui
jaminan kesehatan sosial yang telah melembaga dalam
satu kesatuan prinsip penyelenggaraan dan berskala nasional. Pembiayaan
kesehatan bersumber pemerintah sebagian besar digunakan untuk upaya kesehatan
masyarakat disamping untuk pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan bagi
masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI)
Pembelanjaan kesehatan untuk
pelayanan kesehatan perorangan bersumber dari pembiayaan Pemerintah, swasta dan
masyarakat sebagian besar telah dilaksanakan secara efektif, efisien,
transparan dan akuntabel dengan pelayanan terkendali secara berkesinambungan
melalui jaminan kesehatan sosial yang telah melembaga dalam satu kesatuan
prinsip penyelenggaraan dan berskala
nasional. Pembelanjaan kesehatan untuk upaya kesehatan masyarakat telah fokus
kepada upaya pencegahan dan
promosi untuk mengatasi masalah kesehatan yang
utama
Kebutuhan berbagai SDMK berkualitas untuk
seluruh daerah terpencil sudah dapat tercapai. Kemampuan daya saing SDMK makin
meningkat. Semua Kabupaten dan Kota telah mampu
melakukan perencanaan kebutuhan SDMK, yang didukung oleh Sistem Informasi SDMK.
Sinergisme pengadaan SDMK, termasuk pendidikan dan pelatihan SDMk dengan sistem
pendidikan nasional telah terwujud. Berbagai kompetensi SDM sesuai kebutuhan
pembangunan kesehatan. Adanya percepatan pelaksanaan program distribusi dan
manajemen karier SDMK. Organisasi profesi, komponen masyarakat dan sektor lain
terkait berperan penting dalam pembangunan kesehatan. Pembinaan, pengawasan,
monitoring dan penilaian terhadap SDMK berjalan dengan efektif dan efisien.
Sinergi antara pembinaan, pengawasan, perencanaan, pendayagunaan dan pendidikan
serta pelatihan SDMK dan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan dapat terwujud.
Dukungan sumber daya untuk Pengembangan dan Pemberdayaan SDMK telah terpenuhi.
Sudah tersedia dan mulai dilaksanakan dukungan peraturan perundang-undangan
untuk pengembangan dan pemberdayaan SDMK.
Industri farmasi nasional tidak saja dapat
memenuhi kebutuhan obat dalam negeri, namun mulai mampu bersaing untuk
mengeksport obat ke luar negeri. Produksi bahan baku obat di dalam negeri telah
berkembang dalam mendukung produksi obat,
sehingga harganya dapat benar-benar terjangkau
oleh masyarakat. Harga obat terjangkau oleh masyarakat. Jaminan ketersediaan
farmasi dan alat kesehatan yang aman dikonsumsi dan digunakan semakin merata
dan mampu memenuhi tuntutan mutu penyelenggaraan upaya kesehatan, serta terjangkau
oleh masyarakat banyak. Keamanan dan mutu obat dan perbekalan kesehatan dapat
dijamin dengan man-tapnya pengawasan obat dan makanan.
.
Kebijakan dan administrasi kesehatan telah dapat
sepenuhnya mendukung terwujudnya sinergisme dan keterpaduan berbagai upaya
pokok pembangunan kesehatan. Sistem informasi kesehatan juga sudah mantap. Pengembangan hukum
kesehatan, dan praktek serta aparaturnya sudah berkembang dengan mantap.
Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan
kesehatan telah mantap, sehingga peran dan kontribusi masyarakat dalam
pembangunan kesehatan telah berkembang dan lebih nyata. Perilaku individu,
kelompok dan masyarakat yang mendukung kesehatan telah terwujud dan
dilaksanakan secara berkesinambungan, serta mulai memberikan dampak pada
pengendalian masalah kesehatan yang dihadapinya.
Kemampuan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) dalam melakukan kegiatan
dan fungsinya semakin bermutu. Peran aktif dan kontribusi organisasi
kemasyarakatan dalam pembangunan kesehatan telah mantap. Kemandirian masyarakat
dalam mengenal dan merespon permasalahan
kesehatan termasuk masalah kesehatan akibat
bencana secara lebih dini, semakin nyata.
4. RPJM-K ke-4 (2020-2025)
Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas telah mantap.
Upaya kesehatan masyarakat dan pelayanan
kesehatan perorangan telah dapat dilaksanakan dengan mantap, serasi, bersinergi
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Penyelenggaraan upaya kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat maupun
pelayanan kesehatan perorangan tetap memberikan perhatian khusus pada golongan
penduduk rentan, seperti bayi, anak, ibu, usia lanjut, masyarakat pekerja
sektor informal, serta masyarakat miskin. Pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan obat, telah dapat merespon kebutuhan masyarakat. Pelayanan kesehatan
yang bermutu di Puskesmas dan rumah sakit dan sistem rujukannya telah berjalan sesuai harapan masyarakat. Penanggulangan
penyakit menular dan penyakit tidak menular telah dapat dilaksanakan dengan
mantap dalam mengatasi penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan geriatri telah berkembang dan berjalan dengan efektif.
Pembangunan dan perbaikan gizi masyarakat telah optimal dan dapat dilaksanakan
secara berkesinambungan. Pemeliharaan dan pengawasan lingkungan sudah mantap.
Penyediaan air minum dan sarana sanitasi dasar sudah sepenuhnya sesuai dengan
keperluan masyarakat. Pembangunan
nasional berwawasan kesehatan telah dapat
dilaksanakan sepenuhnya.
Pembiayaan kesehatan bersumber dari Pemerintah
telah mencapai besaran ideal proporsional terhadap anggaran pembangunan
Pemerintah dan terjaga kesinambungannya serta telah melembaga dengan pemenuhan
pembiayaan UKP seluruh masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI) dengan nilai
per kapita yang memadai. Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat
dan swasta telah semakin meningkat serta kemitraan pemerintah dan swasta telah
melembaga. Penelitian dan pengembangan kesehatan telah dapat dilaksanakan secara
merata dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah telah
fokus pada pencapaian prioritas pembangunan kesehatan dan sepenuhnya digunakan
untuk upaya kesehatan masyarakat disamping pembiayaan pelayanan kesehatan
perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI). Pembiayaan
pelayanan kesehatan perorangan seluruh penduduk telah dilakukan secara
pra-upaya melalui jaminan kesehatan sosial yang telah melembaga dalam satu
kesatuan prinsip penyelenggaraan dan berskala nasional
Pembelanjaan kesehatan untuk upaya kesehatan
masyarakat bersumber dari pembiayaan pemerintah, swasta dan masyarakat
seluruhnya telah dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel
dengan pelayanan terkendali secara berkesinambungan. Pembelanjaan
kesehatan untuk upaya kesehatan masyarakat telah fokus kepada upaya pencegahan
dan promosi untuk mengatasi masalah kesehatan yang utama melalui pelembagaan.
Pemenuhan
seluruh kebutuhan SDMK berkualitas dapat tercapai melalui Pengembangan dan
Pemberdayaan SDM Kesehatan (PPSDMK). Kemampuan daya saing SDMK telah mantap.
Kemampuan perencanaan SDMK telah berkembang dengan didukung oleh sistem
informasi SDMK yang efektif dan efesien. Pengadaan SDMK dapat menghasilkan
semua SDMK yang mempunyai kompetensi sesuai kebutuhan pembangunan kesehatan.
Pelaksanaan program distribusi dan manajemen
karier SDMK juga telah mantap. Organisasi profesi, komponen masyarakat dan
sektor lain terkait berperan makin mantap dalam pembangunan kesehatan.
Pembinaan, pengawasan, monitoring dan penilaian terhadap SDMK lebih
dimantapkan. Sinergi antara pembinaan, pengawasan, perencanaan, pendayagunaan
dan pendidikan serta pelatihan SDMK dan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan
dapat terwujud dengan efektif dan efesien. Dukungan sumber daya untuk
pengembangan dan pemberdayaan SDMK telah terjamin
kesinambungannya. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan untuk mendukung
PPSDMK sudah mantap.
Industri farmasi nasional telah berkembang dan
mampu berdaya saing regional dan global. Produksi
bahan baku di dalam negeri telah dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan industri obat. Obat murah dan berkualitas, dengan
mudah telah sepenuhnya dapat diakses oleh masyarakat. Jaminan ketersediaan obat
dan perbekalan kesehatan yang aman telah merata dan mampu memenuhi tuntutan
mutu penyelenggaraan upaya kesehatan.
Semua unsur manajemen kesehatan
yang terdiri dari kebijakan dan administrasi kesehatan, sistem informasi
kesehatan, dan hukum kesehatan, serta penelitian dan pengembangan kesehatan,
telah dapat dilaksanakan secara mantap dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan
kesehatan.
Kemandirian masyarakat sudah
sepenuhnya memberikan kontribusi yang bermakna bagi penyelenggaraan pembangunan
kesehatan dan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Perilaku individu,
kelompok dan masyarakat telah dilaksanakan secara konsisten, serta memberikan
dampak pada upaya pemeliharaan kesehatannya. Upaya kesehatan berbasis
masyarakat (UKBM) telah mampu mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat.
Kesinambungan dan kemantapan peran aktif dan kontribusi organisasi kemasyarakatan
dalam pembangunan kesehatan telah terwujud. Kemandirian masyarakat dalam
mengenal dan merespon permasalahan kesehatan termasuk masalah kesehatan akibat
bencana secara lebih dini, telah terwujud dan berkesinambungan.
Dengan memperhatikan pentahapan upaya pokok
pembangunan kesehatan tersebut di atas, maka dalam penyusunan RPJM-K setiap
tahapannya perlu pula ditetapkan pentahapan sumber daya pendukung dan hasil
kegiatan sebagai berikut :
1.
Semua desa telah menjadi Desa Siaga aktif, yang mempunyai minimal sebuah Pos
Kesehatan Desa.
2.
Semua kecamatan telah memiliki minimal sebuah
Puskesmas yang melayani maksimal 30.000 penduduk dan dilengkapi dengan
fasilitas sanitasi dasar yang memadai.
3.
Semua kabupaten/kota telah memiliki minimal Rumah
sakit setara Rumah Sakit Umum kelas C.
4.
Semua desa telah memiliki tenaga bidan yang
berkualitas (competence).
5.
Semua Puskesmas telah memiliki minimal seorang
tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya sesuai standar.
6.
Semua rumah sakit kabupaten/kota telah memiliki
minimal empat tenaga dokter spesialis dasar (dokter spesialis kebidanan dan
penyakit kandungan, dokter spesialis anak, dokter spesialis bedah, dan dokter
spesialis penyakit dalam), dan empat tenaga dokter spesialis penunjang (dokter
spesialis anestesi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik). Rumah
sakit tersebut telah terakreditasi minimal lima pelayanan spesialistik.
7.
Semua Pos Kesehatan Desa, Puskesmas, dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota didukung dengan
biaya operasional yang memadai.
8.
Pembiayaan kesehatan dapat diupayakan minimal 5%
dari PDB.
9.
Semua Rukun Warga/lingkungan telah memiliki minimal
satu Posyandu aktif yang melaksanakan kegiatan minimum sebulan sekali.
10. Semua desa mampu
mengenali dan mengatasi masalah kesehatan setempat secara dini sesuai
kompetensinya.
11. Semua kejadian luar
biasa (KLB)/wabah penyakit dan masalah kesehatan akibat bencana dapat ditangani
kurang dari 24 jam.
12. Penanganan penyakit
wabah pada fasilitas pelayanan kesehatan dapat menekan angka kematiannya
dibawah 1%.
13. Tingkat kesembuhan
penyakit Tuberculosis dapat dipertahankan sebesar 90%.
14. Semua Puskesmas
perawatan telah mampu melaksanakan pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar (PONED).
15. Semua Rumah Sakit
Kabupaten/Kota telah mampu melaksanakan pelayanan obstetri neonatal emergensi
komprehensif (PONEK).
16. Semua keluarga telah
menggunakan air bersih dan fasilitas sanitasi
dasar.
17. Semua keluarga telah
menghuni rumah yang memenuhi syarat kesehatan.
18. Semua desa telah
mencapai universal coverage immunization (UCI).
19. Semua persalinan
telah ditolong oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
kebidanan.
20. Semua penduduk
Indonesia telah dicakup oleh Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
BAB V KEBUTUHAN
SUMBER DAYA
Untuk dapat melaksanakan upaya pokok pembangunan
kesehatan diperlukan sumberdaya kesehatan yang memadai, terutama meliputi:
A. Sumber Daya Manusia Kesehatan
B.
Pembiayaan Kesehatan
C.
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
D. Ilmu Pengetahuan dan
Tehnologi Kesehatan (IPTEK)
A.
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan bidang
adalah tenaga kesehatan profesi dan non profesi serta tenaga
pendukung/penunjang kesehatan, yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan
dirinya dalam upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
Tenaga kesehatan profesi adalah tenaga kesehatan
yang telah melalui pendidikan vokasi atau pendidikan akademis dan profesi di
bidang kesehatan. Sedangkan tenaga kesehatan non profesi adalah tenaga
kesehatan yang telah melalui pendidikan vokasi, pendidikan
akademis tanpa melalui pendidikan profesi dalam bidang kesehatan
Tenaga pendukung/penunjang kesehatan adalah
setiap tenaga yang telah memiliki ijasah pendidikan vokasi atau pendidikan
akademis dan profesi pendidikan di luar kesehatan dan mengabdikan dirinya di
bidang kesehatan sesuai keahliannya serta tenaga lainnya yang telah mengikuti
pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan
kompetensi yang dibutuhkan dalam mendukung
penyelenggaraan pembangunan/pelayanan kesehatan
Pembangunan kesehatan harus didukung dengan
pemenuhan seluruh kebutuhan SDM Kesehatan yang berkualitas, memiliki kemampuan
perencanaan yang mantap dengan didukung oleh sistem informasi SDM Kesehatan
yang efektif dan efisien.
Program distribusi dan manajemen karier SDM
Kesehatan juga harus dapat dilaksanakan dalam rangka mendukung pemerataan dan
peningkatan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu dibutuhkan upaya-upaya perencanaan,
pendayagunaan dan pengadaan, pembinaan dan pengawasan, SDM Kesehatan yang
efektif dan efisien.
B.
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Guna mendukung penyelenggaraan pembangunan
kesehatan juga dibutuhkan pembiayaan kesehatan yang dapat menjamin kecukupan,
pembelanjaan, ekuitas, portabilitas, berkelanjutan, efektif dan efisien,
akuntabel, subsidiaritas dan fleksibilitas.
Pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang
terus-menerus dan terkendali, agar tersedia dana kesehatan yang memadai dan
berkesinambungan, yang bersumber dari masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan
sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan merupakan hal
yang penting agar dapat dimobilisasi sumber-sumber dana kesehatan,
mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya
secara efisien dan efektif serta diarahkan pada hal-hal pokok yakni
kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, menghilangkan
hambatan biaya untuk mendapakan pelayanan
kesehatan dikarenakan pembiayaan tunai perorangan, pemerataan dalam akses
pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya serta
kualitas pelayanan. Pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta
berpihak kepada masyarakat miskin akan mendorong tercapainya akses yang universal.
Arah kedepan, pengalokasian pembiayaan kesehatan
yang bersumber pemerintah diharapkan tidak lagi membiayai pelayanan kesehatan
kuratif dan rehabilitatif, sehingga sepenuhnya dapat membiayai upaya kesehatan
promotif dan upaya kesehatan preventif. Pemerintah hanya membiayai upaya
kesehatan kuratif dan rehabilitatif bagi masyarakat rentan dan miskin, yang
dikelola melalui sistem jaminan kesehatan. Pengelolaan pembiayaan kesehatan
melalui sistem jaminan kesehatan nasional diharapkan telah mantap. Semua
penduduk juga diharapkan dapat dicakup dalam jaminan kesehatan nasional.
C.
SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
Sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya yang berkaitan untuk menjamin keamanan, khasiat/kemanfaatan, mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman, ketersediaan dan
keterjangkauan obat, terutama obat esensial serta digunakan secara rasional
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Yang dimaksud dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
Guna menjamin ketersediaan dan keterjangkauan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dan aman, maka dalam
penyelenggaraannya diperlukan upaya-upaya yang dapat memberikan jaminan
keamanan dan kualitas, responsif terhadap kebutuhan kesehatan masyarakat dan
perorangan, menjunjung tinggi prinsip transparansi, cost efective dalam pemanfaatannya, mandiri dalam mencukupi
kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan dan berorientasi pada klien dengan
mempertimbangkan kearifan lokal.
Dimasa mendatang, industri farmasi nasional
diharapkan telah berkembang dan mampu berdaya saing regional dan global.
Produksi bahan baku di dalam negeri juga diharapkan telah dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan industri obat. Obat murah dan berkualitas, dengan
mudah telah sepenuhnya dapat diakses oleh masyarakat. Jaminan ketersediaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang aman telah merata dan mampu memenuhi
tuntutan mutu penyelenggaraan upaya kesehatan.
D.
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Iptek) Kesehatan sangat diperlukan untuk mempertajam penentuan prioritas
penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu dibutuhkan berbagai
upaya dalam menumbuhkan kemampuan mendayagunakan dan memanfaatkan kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan dalam rangka mendukung terwujudnya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pemanfaatan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Kesehatan dapat dilakukan melalui pembentukan daya inovasi dalam
mentransformasikan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan menjadi
produk layanan kesehatan, baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap
jenis pelayanan kesehatan maupun untuk mengantisipasi peluang pasar global.
Keunggulan dan kemandirian pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kesehatan harus ditumbuhkan untuk menjaga ketahanan pembangunan kesehatan
nasional dari tekanan negara-negara maju yang menggunakan keunggulan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi untuk melindungi kepentingannya sendiri.
Dengan demikian pembangunan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Kesehatan harus diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah dan mutu
penyelenggaraan pembangunan kesehatan nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan masyarakat maupun untuk keperluan memperbesar kemampuan
daya saing sektor kesehatan di era globalisasi.
Dalam mendukung tercapainya kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan, maka diperlukan langkah-langkah terpadu
dan berkelanjutan melalui berbagai kegiatan antara lain:
1. Peningkatan mutu dan
kapasitas penelitian dan kajian bidang kesehatan dalam menyediakan masukan dan
rekomendasi bagi pengembangan program pembangunan kesehatan.
2. Pengembangan sistem
pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan SDM Kesehatan untuk membentuk keahlian
dan keterampilan SDM Kesehatan di bidang-
bidang teknologi yang strategis serta
mengantisipasi timbulnya kesenjangan keahlian sebagai akibat kemajuan
teknologi.
3. Pemberdayaan dan
keterlibatan sektor swasta bidang kesehatan melalui intensitas kemitraan
penelitian dan kajian dalam pendayagunaan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Kesehatan.
4. Pengembangan sarana,
prasarana dan jaringan sistem informasi kesehatan untuk mendorong pengembangan
standar dan mutu pelayanan kesehatan.
BAB VI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pengawasan
Penyelenggaraan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJP-K) adalah
suatu proses pengamatan yang meliputi pemeriksaan, pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan/penyelenggaraan
dilaksanakan sesuai dengan rencana, ketentuan perundang- undangan dan
kebijakan yang ditetapkan.
Pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan/RPJP-K, diperlukan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik,
bersih, efektif serta efisien. Pengawasan diperlukan untuk menjaga pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan rencana serta peraturan perundangan yang telah ditetapkan.
Pengawasan dapat dilakukan secara langsung yaitu
mendatangi obyek yang menjadi sasaran pengawasan dan pengawasan tidak langsung
yaitu dilakukan pengujian dan penilaian atas laporan penyelenggaraan
pembangunan kesehatan.
Pengawasan penyelenggaraan RPJPK-K meliputi
pengawasan internal, pengawasan eksternal dan pengawasan masyarakat yang
dilaksanakan dengan mengacu pada norma, yaitu: a) Obyektif, profesional dan
tidak mencari-cari kesalahan ;b) Terus menerus untuk hasil yang
berkesinambungan; c) Efektif untuk menjamin adanya tindakan koreksi yang cepat
dan tepat; d) mendidik dan dinamis.
Untuk mewujudkan praktik-praktik penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance),
dalam pelaksanaannya mempunyai karakteristik, yaitu: partisipasi, kepastian
hukum, transparansi, responsivitas, keadilan, efektivitas dan efisiensi,
akuntabilitas.
Pengendalian dalam penyelenggaraan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025 adalah
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, lintas sektor dalam
lingkup pemerintahan baik di pusat maupun daerah
Penyelenggaraan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Kesehatan (RPJP-K) dilakukan dengan menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi, serta dengan kerjasama yang sinergis antar para
pihak, dalam semangat kemitraan.
Untuk mewujudkan kerjasama yang sinergis antar
semua pelaku pembangunan kesehatan guna men-capai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan, maka Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJP-K) perlu
disosialisasikan kepada semua para pihak/pelaku penyelenggaraan pembangunan
kesehatan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan
(RPJP-
K) ini merupakan acuan bagi masyarakat dalam
melakukan peran aktifnya dalam pembangunan kesehatan
Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Kesehatan (RPJP-
K) ini juga merupakan acuan bagi lintas sektor
dalam lingkup pemerintahan baik di pusat maupun di daerah dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian berbagai
kegiatan pembangunannya, baik yang secara
langsung berkaitan dengan kesehatan, maupun kegiatan pembangunan sektor
masing-masing yang berwawasan kesehatan.
Pengawasan dilaksanakan setiap tingkatan sesuai
fungsi tugas untuk menjaga arah pembangunan dan good governance. Aparat
pengawas seperti DPR, BPK, BPKP dan Itjen akan melaksanakan tugas sesuai
tupoksinya. Rencana dapat diperbaiki (adjust) bila dijumpai perubahan
lingkungan strategis yang masif sehingga merubah pola Sistem Kesehatan
Nasional.
Dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Kesehatan (RPJP-K) secara nasional harus berpedoman pada Sistem
Kesehatan Nasional. Sedangkan dalam lingkup daerah, agar berpedoman pada bentuk
dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah masing- masing
BAB VII PENUTUP
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025 yang berisi visi, misi dan arah pembangunan
kesehatan sebagai dokumen yang tak terpisahkan dengan Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) merupakan arah merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat termasuk
swasta dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia 20 tahun ke
depan sampai tahun 2025.
RPJP-K ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
penyu- sunan rencana pembangunan kesehatan jangka menengah (5 tahunan), Rencana Strategis Departemen
Kesehatan, dan Rencana Kerja Departemen Kesehatan. RPJP-K bersama- sama dengan
Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah juga diharapkan menjadi acuan dan
pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D) di
bidang kesehatan dan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.